MKD DPR: Novanto Mundur, Kasus Etik Ditutup
Dengan begitu, MKD memutuskan kasus dugaan pelanggaran etik Novanto terkait kasus 'Papa Minta Saham' dianggap telah selesai
Penulis: Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memutuskan menerima pengunduran diri Setya Novanto sebagai Ketua DPR.
Dengan begitu, MKD memutuskan kasus dugaan pelanggaran etik Novanto terkait kasus 'Papa Minta Saham' dianggap telah selesai.
"Keputusan rapat Mahkamah Kehormatan Dewan Rabu, 16 Desember 2014, pertama atas pengaduan saudara Sudirman Said terhadap Saudara Setya Novanto atas dugaan pelanggaran kode etik dinyataakan ditutup dengan menerima surat pengunduran diri Saudara Setya Novanto, nomor anggota A-300 Fraksi Partai Golkar sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019, tertanggal 16 Desember 2015," kata Ketua MKD DPR Surahman Hidayat saat membacakan keputusan MKD di ruang rapat MKD Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/12/2015) malam.
Diberitakan, Setya Novanto melayangkan surat pengunduran diri dari jabatan Ketua DPR beberapa saat MKD akan memutuskan kasus dugaan pelanggaran etik dirinya terkait pertemuan dan pembahasan kontrak karya dan saham PT Freeport Indonesia (PTFI).
Saat itu, suara mayoritas dari 17 anggota MKD telah menyatakan Novanto sebagai Ketua DPR terbukti melanggar kode etik kategori ringan dengan sanksi berupa pemberhentian dari jabatan.
UPDATE : Politikus PDIP Serukan Kocok Ulang Pimpinan DPR
"Sekarang bagaimana setelah pimpinan DPR vacum? Saran saya sebaiknya segera kocok ulang sesuai dengan logika sehat dalam berbangsa dan bernegara," kata Politikus PDIP TB Hasanuddin melalui pesan singkat, Rabu (16/12/2015).
Ia mengingatkan UU MD3 saat ini merupakan bentuk penghinaan terhadap demokrasi dan sekaligus pelecehan terhadap kedaulatan rakyat.
Menurutnya, UU MD3 tahun 2014 adalah produk rekayasa dan kelicikan para pecundang yang merusak logika sehat dan tatanan kehidupan berdemokrasi .
"Benar-benar tidak masuk akal. Bayangkan saja , ibarat pertandingan lari marathon , juaranya ya siapa yang paling duluan masuk finish , dan selanjutnya sesuai urutan masuk ke 2, ke 3 dan seterusnya," kata Hasanuddin.
"Adalah sangat aneh bila kemudian pemenangnya diundi dari sebagian peserta lomba marathon tersebut , peserta paling buncit malah dapat juara ke 2 , sementara pelari yang masuk paling duluan malah tidak dapat medali apapun," tambah Anggota Komisi I DPR itu.
Hasanuddin menilai hal itu ironis serta melecehkan kedaulatan rakyat. Ia mengakui politik adalah seni tetapi
bukan berarti segala macam cara licik dipakai untuk menyisihkan rival.
Ada etika didalamnya dan tetap ada peradaban dalam kehidupan berpolitik .
"Sekarang dengan situasi politik yang sangat jauh berbeda , di mana posisi Partai Demokrat sudah menempatkan posisinya yang berbeda , kemudian disusul PAN yang mendukung pemerintah , sementara PPP dan Golkar masing-masing sudah menjadi dua kubu, sudah saatnya DPR kembali ke akal sehat," katanya.
Ia menyarankan Ketua Umum Partai Politik untuk berkumpul dan segera membuat kesepakatan waras, kemudian segera memerintahkan fraksi fraksinya mengamandemen UU MD3 tahun 2014 .
Setidaknya seperti UUMD3 2009 yang lebih logis dan lebih waras .
"Setelah MD3 selesai diamandemen, segera isi unsur pimpinan dan AKD dengan orang-orang yang lebih credible . Insya Allah kinerja DPR akan bangkit kembali," katanya. (Ferdinand Waskita)