Kejagung Minta Keterangan dari Staf Kepresidenan Soal Kasus 'Papa Minta Saham'
pria yang akrab disapa Darmo itu, memberikan keterangan untuk penyelidikan dugaan permufakatan jahat
Penulis: Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung Kamis (17/12/2015) meminta keterangan dari Deputi I Staf Kepresidenan Bidang Pengendalian Pembangunan Prioritas, Darmawan Prasodjo.
Pada pemberian keterangan yang berlangsung selama satu jam hingga sekitar 08.00 WIB pria yang akrab disapa Darmo itu, memberikan keterangan untuk penyelidikan dugaan permufakatan jahat.
"(Darmo) tidak berperan langsung hanya kita memperkaya memperbanyak masukan, kami selaku penyelidik mencari masukan sebanyak-banyaknya," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Fadil Jumhana di depan Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (17/12/2015).
Nama Darmo sebelumnya turut disebut dalam rekamam pembicaraan antara Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha Riza Chalid.
Staff Kepresidenan itu menjadi orang ke12 yang dimintai keterangannya oleh Kejaksaan Agung dalam penyelidikan dugaan permufakatan jahat ini.
Diantaranya Maroef Sjamsoeddin, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Sekretaris Pribadi Setya Novanto, Medina; Sekjen MPR DPR, Winantuningtyastiti Swasanani dan empat orang pegawai Hotel Ritz Carlton Jakarta.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut Ketua DPR meminta sejumlah saham guna memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya pengelolaan wilayah Tembagapura, Papua oleh perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.