Rizal Ramli Minta Rekomendasi Pansus Dijalankan
Fakta ini menunjukkan Menko Rizal Ramli tidak asal bicara
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli meminta semua pihak untuk menghormati dan menjalankan rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II DPR sesuai dengan aturan yang ada.
Pansus Pelindo II DPR merekomendasikan Presiden Joko Widodo untuk mencopot Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno dan Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino.
“Arahan Bapak Menko Kemaritiman terkait rekomendasi Pansus Pelindo II DPR agar dijalankan sesuai dengan aturan yang ada,” kata Juru Bicara Kementerian Kemaritiman dan Sumber Daya, Shahandra Hanitio kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/12/2015).
Shahandra lebih jauh mengatakan, Menko Rizal Ramli saat menghadiri rapat dengan Panitia Khusus (Pansus) Angket Pelindo II, di DPR, Jakarta, Kamis (29/10/2015), sudah dengan gamblang memaparkan kekeliruan yang dilakukan Dirut PT Pelindo II RJ Lino atas konsensi Jakarta International Center Terminal (JICT), termasuk di dalamnya soal pengadaan Quay Container Crane tahun 2010.
Dan menariknya, apa yang dipaparkan oleh Menko Rizal Ramli saat itu, kini menjadi kenyataan dengan ditetapkannya RJ Lino sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Fakta ini menunjukkan Menko Rizal Ramli tidak asal bicara, tetapi dia memiliki data dan informasi yang cukup tentang situasi PT Pelindo II, termasuk juga data soal kasus Freeport dan Blok Masela,” kata Shahandra.
Terkait rekomendasi tersebut, Ketua Panitia Khusus Angket Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka meminta semua pihak untuk memahami substansi rekomendasi yang dikeluarkan Pansus Angket Pelindo II, karena sifatnya yang harus ditindak lanjuti pemerintah.
Hal itu dikatakan Rieke terkait pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang mengatakan bahwa rekomendasi Pansus Pelindo agar Menteri BUMN, Rini Soemarno dan Dirut Pelindo II RJ Lino dicopot dari jabatannya sebagai saran politik.
"Mungkin sebaiknya Pak JK konsultasi dengan pakar hukum tata negara, supaya tidak sesat logika penafsiran konstitusi dan undang-undang," katanya di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan, dalam Tatib DPR RI, yang merupakan turunan UU MD3, ketika rekomendasi pansus angket telah disepakati DPR RI dalam paripurna tidak ditindaklanjuti oleh Pemerintah, maka cukup 25 orang anggota DPR RI mengusulkan hak menyatakan pendapat.
"Saya tidak enak kalau harus menyanggah seorang Wakil Presiden untuk menjelaskan apa bedanya 'pansus' dengan 'pansus angket' yang dibentuk DPR dalam nomenklatur UU yang berlaku di Indonesia," ujarnya.
Pelaksana tugas (Plt) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fadli Zon juga mengeritik JK karena terkesan tidak paham undang-undang (UU) ketika menyatakan bahwa pemerintah akan mengkaji ulang hasil Pansus PT Pelindo II.
"Pansus inikan mengikat. Jadi, Pansus ini sebetulnya mempunyai daya ikat kepada pihak eksekutif. Jadi, ini bukan seperti kata Pak JK (Jusuf Kalla) sekadar saran politik. Ini (pansus) mengikat, ini UU. Jadi, saya kira pemahaman pak JK agak kurang soal UU itu. Pansus ini mengikat," kata Fadli saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/12).
Lebih lanjut, Fadli mengatakan bahwa rekomendasi Pansus Pelindo telah ditandatanganinya pada tanggal 18 Desember 2015, sore.
Karena itu, rekomendasi Pansus Pelindo harus dilaksanakan. Termasuk, permintaan mundur Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino.