Kebakaran Hutan Renggut Lima Nyawa dan 'Hanguskan' Rp 200 Triliun
Pemerintahan Jokowi-JK melanjutkan tradisi kegagalan masa lalu dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Jokowi-JK melanjutkan tradisi kegagalan masa lalu dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia kembali terjadi pada tahun 2015 yang terus berulang sejak delapan belas tahun lalu. Bahkan tahun ini dianggap lebih parah dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Menurut data Indonesia Center for Environmental Law (ICEL), pada 2015 ini setidaknya terjadi kebakaran hutan dan lahan di enam provinsi terparah. Enam provinsi itu adalah Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan sebaran hotspot berada di 18 provinsi.
Dalam periode Januari hingga September 2015 sedikitnya terdapat 24.086 titik api yang tersebar di beberapa provinsi.
Analisis dan fakta kebakaran hutan dan lahan oleh Walhi menemukan bahwa titik api berada di dalam konsesi perusahaan dimana sebarannya: Kalimantan Tengah 5.672, Kalimantan Barat 2.4595, Riau 1.005, Sumatera Selatan 4.416 dan Jambi 2.842.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sebaran hotspot pada kawasan hutan terbagi menjadi 43 persen di hutan produksi, 43 persen di areal penggunaan lain, 7 persen di hutan lindung dan 7 persen di hutan konservasi.
Menteri LHK, Siti Nurbaya pada 19 Oktober 2015 merilis entitas yang terduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan yakni sebanyak 413 entitas perusahaan.
Terdapat empat perusahaan dijatuhi sanksi paksaan pemerintahan, empat perusahaan dijatuhi sanksi pembekuan izin, dan dua perusahaan dijatuhkan sanksi pencabutan izin.
Sedangkan untuk pidana terdapat 27 perusahaan sedang dilakukan pemberkasan Berita Acara Pemberitaan.
Selain itu, Kepolisian RI pada 20 Oktober 2015 juga merilis sedang melakukan penyelidikan terhadap 263 pelaku kebakaran hutan dan lahan. Terdapat 50 korporasi yang sedang dilakukan proses penyelidikan hingga tahap di kejaksaan.
Peneliti ICEL, Citra Hartati mengatakan, seperti halnya tahun-tahun sebelumnya setelah kebakaran hutan dan lahan hilang akibat sudah turun hujan, maka upaya-upaya penegakan hukum maupun pemulihan sayup-sayup mulai menghilang.
Hal ini diperparah dengan keengganan penegak hukum dalam hal ini Kementerian LHK dan Kepolisian untuk merilis inisial dari pelaku kejahatan.
"Penegakan hukum telah terancam oleh lemahnya proses secara transparan dan akuntabel. Seharusnya pemerintah konsisten untuk menunjukkan progress penegakan hukum meskipun api telah padam," kata Citra.
Menurut Citra, Instruksi Presiden RI Nomor 11 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang ditetapkan pada tanggal 24 Oktober 2015 perlu mendapatkan perhatian, khususnya oleh presiden.