Nasdem Nilai Syarat Selisih Suara Pengajuan Sengketa ke MK Masih Relevan
Partai NasDem berharap agar Mahkamah Konstitusi (MK) konsisten dengan aturan mengenai syarat selisih pengajuan sengketa menurut Undang-Undang.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai NasDem berharap agar Mahkamah Konstitusi (MK) konsisten dengan aturan mengenai syarat selisih suara pengajuan sengketa menurut Undang-Undang.
Partai NasDem berpandangan, syarat tersebut masih relevan karena sudah dipertimbangkan pembuat undang-undang sesuai dengan konstruksi penyelenggaraan Pilkada serentak.
Terlebih, MK sudah membuat Peraturan MK mengenai syarat tersebut yang menjadi pedoman peserta Pilkada untuk memutuskan apakah akan mengajukan sengketa atau tidak.
Pasal 158 ayat (2) UU No 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Pilkada memberikan syarat selisih yang ketat antara perolehan suara terbanyak dengan pemohon.
Selisih antara Pemohon dengan suara terbanyak berkisar 2 persen, 1,5 persen, 1 persen atau 0,5 persen dihitung berdasarkan level jumlah penduduk.
Menurut Taufik Basari, Ketua Badan Advokasi Hukum Partai NasDem, ketentuan mengenai syarat selisih tersebut sudah dibuat dengan pertimbangan bahwa masing-masing permasalahan Pilkada telah disediakan mekanisme penyelesaiannya.
Untuk masalah sengketa pemilihan di luar sengketa hasil telah dibuat mekanisme melalui sengketa Tata Usaha Negara melalui Panwas atau Bawaslu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, hingga ke Mahkamah Agung.
Untuk pidana pemilu sudah disediakan mekanisme melalui Panwas atau Bawaslu berlanjut ke Sentra Gakkumdu dan berujung ke Pengadilan Umum.
Untuk persoalan etik, diserahkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Untuk sengketa hasil menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk sementara sampai ada pengadilan khusus pemilu," kata Taufik di Jakarta, Rabu (6/1/2016).
Dengan konstruksi pelaksanaan Pilkada seperti itu, kata Taufik, maka setiap pelanggaran terjadi harus diselesaikan secara lokal dan seketika.
Hal inilah yang harusnya dimanfaatkan peserta Pilkada.
Apabila syarat undang-undang dikesampingkan maka MK tidak konsisten dan tidak fair.
Banyak pihak yang tidak jadi mengajukan sengketa ke MK karena berpedoman kepada syarat tersebut.
Di samping itu, MK akan kebanjiran perkara dan berakibat pada tidak mendalamnya pemeriksaan dan pembuktian tiap-tiap perkara.
"MK harus punya waktu yang cukup untuk mendalami saksi dan bukti jika kita ingin mendapatkan Putusan yang berkualitas," ucapnya.
"Karena itulah, perkara yang masuk harus diseleksi sesuai syarat persentase menurut undang-undang," tambah dia.