TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasangan calon nomor urut 2 di Pilkada Kota Medan, Ramadhan Pohan meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengulang tahapan pemilihan yang dilakukan di Kota Medan karena partisipasi pemilih di kota itu hanya 25,6 persen.

Menurut kuasa hukum Ramadhan Pohan, Muhammad Asrun, tidak terpenuhinya syarat formal dinilai sebagai kesalahan oleh KPU Kota Medan karena banyaknya pelanggaran yang terjadi.

"Kami punya bukti bahwa KPU telah menghalang-halangi pemilih dengan cara tidak memberikan formulir C6 kepada pemilih, lalu ada yang membawa KTP biasa tidak bisa memilih karena tidak membawa e-KTP," ungkap Asrun di Gedung MK, Jakarta, Kamis (7/11/2016).

Asrun menjelaskan bahwa e-KTP bukan sesuatu hal yang penting karena sudah ada KTP dan juga daftar absen pemilih di TPS. Tapi banyak petugas TPS yang tidak bisa menerima KTP biasa dan tidak memperbolehkan untuk mencoblos.

"Kami juga sudah laporkan ini ke Bareskrim. Jadi kami minta pemilihan ulang bukan susulan, karena kalau susulan hanya seperintil-printil RT saja yang dilakukan," tambahnya Asrun.

Asrun juga menambahkan bahwa pasal 158 UU No 8 Tahun 2015 tidak dapat diterapkan di perkara Kota Medan. Kata Asrun, pasal 158 baru dapat diterapkan jika 50 persen dari pemilih atau 40 persen di kecamatan terpenuhi.

Akan tetapi beda hal dengan Kota Medan, karena hanya dua puluhan persen suara. Dalam UU No 1 tahun 2015, jelas Asrum dikatakan jika terjadi partisipasi pemilih dibawah 50 persen dari DPT maka harus dilakukan pemilu susulan.