Pakar Hukum Jelaskan Permufakatan Jahat Berdasarkan UU Tipikor
Maroef dan Riza Chalid tidak dapat dikalifikasi sebagai subjek tindak pidana. Keduanya bukan pegawai negeri dan penyelenggara negara
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda menjelaskan apa itu pemufakatan jahat sesuai pengertian dan unsur-unsur dalam Pasal 15 Jo Pasal 12 huruf e UU No 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Huda berpendapat dugaan pemufakatan jahat yang sedang diusut Kejaksaan Agung terkait mantan Ketua DPR Setya Novanto, Presdir PT Freeport Indonesia, Maroef Syamsudin dan pengusaha Riza Chalid, merupakan salah satu bentuk perluasan ketentuan tindak pidana seperti penyertaan, pembantuan ataupun percobaan.
"Dalam hal ini telah ada pemufakatan jahat apabila dua orang tau lebih telah bersepakat akan melakukan kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 KUHP," kata pria bergelar Doktor itu ditanyai wartawan, Jumat (8/1/2016).
Dengan demikian, kata Huda, pemufakatan jahat bukan tindak pidana yang berdiri sendiri. Melainkan bagian dari persiapan melakukan penyertaan, yaitu membuat kesepakatan diantara beberapa orang untuk melakukan tindak pidana tertentu.
"Selain itu, tidak semua pemufakatan merupakan tindak pidana, tetapi hanya kesepakatan akan melakukan tindak pidana tertentu," ujarnya.
Lebih jauh, Dosen FH UMJ itu menegaskan, suatu tindak pidana pemufakatan jahat juga baru dapat dipidana jika sudah ada kesepakatan dua orang atau lebih, melakukan kejahatan tersebut dengan kesengajaan (opzettelijke).
"Artinya pihak-pihak yang melakukan kesepakatan itu harus menyadari dan menghendaki hal tersebut," ujar
anggota tim perancang Rancangan Undang Undang KUHP itu.
Huda juga menjelaskan penerapan pemufakatan jahat atas perbuatan tindak pidana terhadap Setya Novanto terkait rekaman pembicaraan dengan Maroef Syamsudin dan Riza Chalid pada 8 Juni 2015.
Mantan Penasihat Hukum Pidana Kapolri itu berpendapat, bahwa mengacu pada dokumen-dokumen dan pendapat hukum (legal opinion), tidak dapat diterapkan tindak pidana pemufakatan jahat atas pertemuan ketiga pihak tersebut.
Sebab dalam Pasal 15 Jo Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tipikor hanya dapat diterapkan dalam hal terjadi kesepakatan antara dua orang atau lebih yang memiliki kualitas khusus sebagai pegawai negeri.
"Dalam Pasal 1 angka 2 UU Pemberantasan Tipikor dan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 28 Tahun 1999 bahwa dalam kejadian pertemuan di Hotel Ritz Carlton hanya satu orang yang mempunyai kualitas sebagai penyelenggara negara yaitu Setya Novanto," ujar Huda.
Sedangkan orang yang tidak berkualitas sebagai pegawai negeri dalam pasal tersebut tidak menjadi sasaran norma (adderessaat norm).
"Artinya, Maroef dan Riza Chalid tidak dapat dikalifikasi sebagai subjek tindak pidana. Keduanya bukan pegawai negeri dan penyelenggara negara. Karena itu kesepakatan dua orang atau lebih dalam pemufkatan jahat tidak akan dapat terpenuhi," imbuhnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.