Jaksa KPK Hadirkan Tiga Anak Buah OC Kaligis jadi Saksi di Sidang Gatot dan Evy
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang dengan terdakwa Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pudjo Nugroho
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang dengan terdakwa Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pudjo Nugroho dan istrinya Evy Susanti, Rabu (13/1/2016).
Hari ini, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) dijadwalkan menghadirkan empat orang saksi. Mereka adalah Fransisca Insani R, rekan Patrice Rio Capella yang menjadi perantara suap bekas Sekjen Partai NasDem tersebut.
Selanjutnya ada Yulius Irawansyah dan Anis Rifai, dua pengacara yang bekerja di OC Kaligis and Associates. Selain itu hadir juga Yurinda Tri Achyuni alias Indah yang juga anak buah OC Kaligis.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum dari KPK mendakwa Gatot dan Evy menyuap tiga hakim dan seorang panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan sejumlah US$ 27,000 dan SGD 5,000 bersama-sama Otto Cornelis (OC) Kaligis dan anak buahnya M Yagari Bhastara Guntur alias Gary.
"Tripeni Irianto Putro selaku Hakim PTUN sebesar SGD 5,000 dan US$ 15,000, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi selaku Hakim PTUN masing-masing sebesar US$ 5,000 serta Syamsir Yusfan selaku Panitera PTUN sebesar US$ 2,000," kata Irene Putrie, Jaksa dari KPK, saat membacakan dakwaan.
Terdakwa Gatot dan Evy memberikan suap sejumlah di atas agar ketiga hakim mengabulkan gugatan tentang pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut menyelidiki kasus dugaan korupsi Dana Bansos, Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Penahanan Pencairan Dana Bagi Hasil (DBH), dan penyertaan dana ke sejumlah BUMD Pemerintah Provinsi Sumut.
"Agar putusannya mengabulkan permohonan yang diajukan oleh terdakwa Gatot melalui OC Kaligis," kata Irene.
Atas perbuatan itu, jaksa mendakwa Gatot dan Evy melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.