Setya Novanto Mangkir, Jampidsus: Dia yang Rugi
Mangkirnya Setya Novanto dari panggilan kejaksaan Agung untuk memberikan keterangan akan merugikan politisi Partai Golkar itu sendiri.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mangkirnya Setya Novanto dari panggilan kejaksaan Agung untuk memberikan keterangan akan merugikan politisi Partai Golkar itu sendiri.
hal tersebut diungkapkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah.
Ketiadaan keterangan dari Novanto membuat Kejaksaan tidak memiliki informasi dari mantan Ketua DPR tersebut dalam perembukan kesimpulan.
"Menurut saya beliau yang rugi ya, tidak bisa memberi penjelasan ke kita atas indikasi yang kita punya," kata Arminsyah di depan Gedung Bundar Kejaksaan, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (13/1/2016).
Hingga Rabu (13/1/2016) siang, Arminsyah menyebutkan pihaknya belum menerima informasi kedatangan Novanto.
Pada penyelidikan kasus ini Kejaksaan Agung menyatakan telah meminta bantuan dari ahli tekonologi informasi Institut Teknologi Bandung (ITB) dan ahli hukum pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Selain meminta pendapat dari ahli dua perguruan tinggi negeri, pada penyelidikan ini sudah 12 orang yang dimintai keterangannya oleh Kejaksaan Agung.
Orang-orang tersebut diantarana bos freeport Maroef Sjamsoedin, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Sekretaris Pribadi Setya Nivanto, Medina.
kemudian Sekjen MPR DPR, Winantuningtyastiti Swasanani, Deputi I Staf Kepresidenan Darmawan Prasodjo, Komisaris PT FI Marzuki Darussman.
Serta empat orang pegawai Hotel Ritz Carlton Jakarta.
Hanya pengusaha Riza Chalid dan Setya Novanto yang belum dipanggil.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut mantan Ketua DPR meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.