Komisi VIII DPR Sayangkan Informasi Keberadaan ISIS di Indonesia Simpang Siur
Komisi VIII DPR RI menyayangkan adanya ketidakseragaman informasi mengenai keberadaan ISIS di Indonesia.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VIII DPR RI menyayangkan adanya ketidakseragaman informasi mengenai keberadaan ISIS di Indonesia.
Hal itu terbukti dari pernyataan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin yang menyebutkan bahwa pihaknya belum bisa memastikan ada atau tidaknya ISIS di Indonesia.
Sementara di lain pihak, kepolisian dan BNPT menyebut secara tegas bahwa yang bertanggung jawab atas aksi teror di kawasan Thamrin dua hari lalu adalah ISIS.
"Ini berarti tidak ada koordinasi antara pihak kepolisian dan BNPT dengan kementerian agama," ucap Ketua Komisi VIII DPR Saleh Daulay melalui pesan singkat, Minggu (17/1/2016).
Padahal, kata Saleh kementerian agama semestinya bisa dijadikan sebagai ujung tombak dalam melakukan sosialisasi dan antisipasi bahaya radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Dengan pernyataan menteri agama tersebut, kata Saleh, diyakini bahwa kementerian agama belum memiliki data dan fakta tentang ISIS di Indonesia.
Data dan fakta itu masih secara ekslusif dimiliki kepolisian dan BNPT.
Tidak heran jika kementerian agama tidak pernah dilibatkan dalam upaya antisipasi terhadap bahaya gerakan tersebut.
Padahal, lanjut Politikus PAN itu, Kementerian Agama merupakan salah satu lembaga negara yang dinilai efektif dalam melakukan gerakan deradikalisasi di tengah-tengah masyarakat.
Hal ini mengingat Kementerian Agama memiliki jaringan dan kantor yang tersebar secara merata di seluruh Indonesia.
Jaringan dan aparaturnya tentu bisa dimanfaatkan untuk melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap aktivitas kelompok-kelompok masyarakat yang dinilai menyimpang.
"KUA (kantor urusan agama) itu kan menyebar di seluruh Indonesia. Hampir seluruh kecamatan memiliki KUA. Ada PNS yang bekerja di sana," ucapnya.
Tugasnya KUA satu diantaranya membina dan memfasilitasi umat dalam menjalankan agama.
"Sayang sekali kalau jaringan seperti ini tidak dimanfaatkan," tuturnya.
Dalam konteks itu, kata Saleh, Kementerian Agama, kepolisian, BNPT, dan lembaga-lembaga intelejen yang ada diharapkan dapat berkoordinasi dan bekerja sama.
Selain operasi penangkapan dan penegakan hukum, upaya-upaya persuasif dan antisipatif juga diperlukan.
"Itu diyakini menjadi ranah kementerian agama yang selama ini bisa menjalin kerjasama dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat," ucapnya.