Jangan Berharap Apapun dari Proyek Deradikalisasi Seperti Sekarang
Hasanuddin mengungkap, deradikalisasi sudah menjadi program pemerintah
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Politikus PDI Perjuangan Tubagus (TB) Hasanuddin mengungkap, deradikalisasi sudah menjadi program pemerintah, sejak era pemerintahan sebelumnya, era Presiden SBY.
Program ini bertujuan untuk mengeliminasi, semaksimal mungkin, bisa menghilangkan kelompok radikal yang tumbuh berkembang di masyarakat, yang dianggap sebagian pakar sebagai embrio teroris.
Hasanuddin menjelaskan, program ini disusun dibeberapa kementerian seperti kemenkumham,kemendagri, kemendiknas dan Dikti, Kemenag, Kemenhan dll. Termasuk, kegiatan yang dilakukan oleh BNPT,BIN, Polri dan lembaga-lembaga non pemerintah lainnya.
"Harap dicatat, kalau ditotal anggaran yang dikeluarkan bisa mencapai ratusan miliar rupiah. Hasilnya? Memang belum terlihat untuk jangka panjang, tapi setidaknya 'teror' yang dilakukan oleh para kelompok radikalis, seperti tetap tak berkurang, bahkan bibit-bibitnya semakin tumbuh," ungkap Hasanuddin, Senin (17/1/2016).
Aparatur negara, menurut Hasanuddin, sesungguhnya sudah bekerja dengan baik. Akan tetapi, tapi masih ada beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki dan dirubah maindset-nya, agar efektif dan efisien.
Hasanuddin menegaskan, ada beberapa hal yang menjadi catatan selama ini.
Pertama, deradikalisasi menjadi semacam proyek dan masuk dalam APBN dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintah (bekerja sama dengan lembaga non pemerintah,LSM, ormas dll).
Targetnya kurang jelas dan hampir tak pernah ada evaluasi yang jelas sejauh mana tingkat keberhasilannya .
Kemudian, umumnya kegiatan pemerintah, lemah dalam hal koordinasi. Karena kelemahan itulah maka target garapan seakan menjadi sendiri sendiri.
Ego sektoral pun muncul. Akibatnya ada daerah atau kelompok yang digarap dua sampai tiga lembaga,tetapi dibeberapa daerah rawan, idak tersentuh.
Hal ketika, lanjut Hasanuddin, pelibatan tokoh berbobot masih sangat kurang. Ia mencontohkan, saat tokoh yang diajak ke salah satu wilayah rawan hanya seorang petugas yang kurang dalam pengetahuan agamanya.
Ketika berdebat, malah petugas itu keteteran menjawab. Hal ini yang menurutnya, berakibat fatal. Contoh nyata, mengapa justru lebih mereka lebih radikalkeluar dari penjata? Perlu sebuah kajian mendalam.
"Hal lainnya, belum melibatkan unsur para pemimpin non formal seperti pengurus, ketua RT,RW. Mereka sekarang justru hanya dijadikan semacam pemadam kebakaran setelah teror terjadi," kata Hasanuddin.
"Seharusnya libatkan, gerakkan dan danai mereka untuk melakukan pengawasan di daerah masing-masing, termasuk membantu program deradikalisasi. Selamat berjuang menyelamatkan NKRI. Mari kita bahu membahu, melawan teroris untuk kejayaan bangsa dan negara," pungkas Hasanuddin yang juga salah seorang anggota Komisi I DPR ini.