Pimpinan KPK Siap Dipanggil DPR RI Terkait Penggeledahan
pimpinan KPK siap menjelaskan mengenai prosedur penggeledahan
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan siap dipanggil DPR RI terkait penggeledahan yang dilakukan di tiga ruangan anggota Komisi V DPR RI pada Jumat, pekan lalu.
Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, mengatakan pimpinan KPK siap menjelaskan mengenai prosedur penggeledahan yang biasanya dilakukan lembaga antirasuah itu.
"Saya rasa siap saja karena kami akan siapkan penjelasan yang ada dan tidak ada yang salah prosedur KPK mengenai penggeledahan," kata Yuyuk di kantornya, Jakarta, Senin (18/1/2016).
Menurut Yuyuk, sesuai Pasal 127 dan 128 KUHAP mengenai penggunaan aparat bersenjata yakni Brimob untuk pengamana penggeledahan.
Kata Yuyuk, keterlibatan Brimob bersenjata untuk mengamankan jalannya penggeledahan, barang bukti, dan pengaruh dari luar.
"Brimob bersenjata lengkap ya memang karena itu standar dan tujuannya mengamankan pengeledaha, menjaga ketertiban pelaksaaan penggeledahan dan pihak yang digeledah dan risiko dari luar," ungkap Yuyuk.
Yuyuk menambahkan, penulisan penggeledahan atas nama Damayanti Wisnu Putranti dan kawan-kawan bukan menunjukkan tempat penggeledahan tapi menunjukkan penggeledahan itu untuk tersangka atas nama Damayanti dan kawan-kawan.
Sebelumnya, KPK menggeledah tiga ruangan anggota Komisi V DPR RI yakni di ruangan tersangka Damayanti Wisnu Putranti, politikus Partai Golkar Budi Supriyanto dan Wakil Ketua Komisi V Yudi Widiana yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera.
Saat penggeledahan, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah yang juga dari PKS mengatakan penggeledahan tersebut contempt of parliament lantaran KPK membawa aparat Brimob bersenjata. Fahri bahkan sempat meminta agar brimob semua keluar.
Sebelumnya, Damayanti ditangkap dua orang stafnya yakni Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin dan seorang dari unsur swasta yakni Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Total uang yang disita dari ketiga orang tersebut adalah 99 ribu dolar Singapura. Sementara total uang suap yang diperkirakan akan diterima adalah 404 ribu Dolar Singapura.
Suap tersebut merupakan hadiah atau janji dari Abdul terkait proyek jalan di Ambon untuk tahun anggaran 2016 di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.