Pengamat: Reshuffle, Presiden Harus Berani Hadapi Tekanan Parpol
Jalurnya bisa melalui birokrat karir maupun profesional yang sudah berpengalaman.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo diminta tetap objektif dan tidak terpengaruh tekanan partai politik pendukungnya dalam menentukan menteri yang akan terkena perombakan kabinet atau reshuffle.
Wacana reshuffle kembali mencuat setelah bergabungnya PAN ke pemerintahan.
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Agung Suprio mengatakan, pertimbangan presiden sepenuhnya didasarkan pada penilaian terhadap kinerja menteri yang bersangkutan dan tidak perlu menghiraukan permintaan partai.
"Ketua Partai pasti sekuat tenaga mengamankan posisi menteri maupun berusaha mengajukan kadernya menjadi pengganti. Presiden Jokowi jangan terpengaruh dan harus tetap objektif menyusun kabinet," kata Agung di Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Salah satu solusi untuk memperbaiki kinerja pemerintah, kata Agung adalah dengan menambah tokoh non-parpol dalam kabinet khususnya untuk kementerian-kementerian strategis.
Jalurnya bisa melalui birokrat karir maupun profesional yang sudah berpengalaman.
"Sekarang era meritokrasi. Presiden jangan ragu menunjuk birokrat karir maupun profesional untuk menjadi menteri walaupun mendapat penolakan dari partai koalisi. Kalau terbukti jejak rekamnya baik, kinerja pemerintah pun akan ikut membaik," tuturnya.
Masih kata Agung, dalam penyusunan kabinet awal dan reshuffle jilid pertama masih sangat kuat kesan kompromi presiden terhadap kepentingan partai politik pengusungnya.
"Kompromi ini justru membuat kinerja pemerintah tersendat karena lemahnya kepemimpinan kader partai di kabinet," ujarnya.
Agung pun mencontohkan kinerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menurutnya kewalahan menangani bencana kebakaran hutan dan asap tahun 2015 lalu.
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga dianggap tidak mampu mengikuti ritme kerja presiden yang cepat dan taktis.
Sebagai contoh adalah perbedaan pandangan Menteri LHK dan jajarannya mengenai Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) kereta cepat Jakarta-Bandung.
"Direktur Kemitraan Lingkungan Kementerian LHK bilang data Amdal tidak lengkap dan tidak valid. Dirjen Planaologi Kehutanan dan Tata Lingkungan juga menyatakan detail trase jalur kereta cepat tersebut tidak ada dalam Rencana Tata Ruang Wilayah," ujarnya.
Untuk itu, Agung percaya bahwa masyarakat akan mendukung sepenuhnya pernyataan presiden pekan lalu yang secara tegas menolak intervensi pihak manapun dalam reshuffle kali ini, termasuk intervensi partai politik.
"Jangan sampai misalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan diganti, tapi oleh kader partai lain. Kalau begini stagnan tidak ada perubahan. Percaya saja bahwa publik mendukung presiden untuk menolak intervensi parpol," katanya.