Kompolnas: Revisi UU Terorisme Harus Segera
Upaya Polri yang menginginkan revisi UU Teroris mendapat dukungan dari Kompolnas
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya Polri yang menginginkan revisi UU Teroris mendapat dukungan dari Kompolnas. Menurut komisioner Kompolnas, Edi Hasibuan, revisi UU Teroris harus dilakukan segera agar Polri bisa melakukan penindakan yang lebih.
Pasalnya selama ini, walau sudah terindikasi ada warga yang terlibat teror seperti gabung ISIS, dan kembali dari Suriah ikut pelatihan angkat senjata di sana, mereka bebas, Polri pun tidak bisa menindak.
"Kompolnas setuju dan mendukung revisi UU teroris, ini jadi perhatian khusus harus cepat dan segera jangan ditunda-tunda demi keamanan bangsa," ungkapnya, Senin (25/1/2016).
Edi menambahkan selama ini aparat tidak bisa melakukan pencegahan lantaran jika ditemukan masyarakat yang mendukung ISIS mereka tidak bisa dipidana karena belum ada undang-undang yang mengatur.
Termasuk soal WNI yang Suriah, gabung ISIS disana, seharusnya saat kepulangan ke Indonesia bisa dipidana atau paling tidak ditangkal agar tidak menyebarkan paham ISIS di Indonesia. Point-point itulah yang menurut Edi penting untuk direvisi.
Terpisah, Polri merasa point penting yang harus direvisi dalam UU Terorisme yaitu di preventif dan represif namun tetap perlu disesuaikan dengan HAM.
"Kami ingin ada regulasi terutama untuk Point preventif dan represif. Tapi harus juga disesuaikan dengan HAM jadi semua berjalan lancar," tegas Kavid Humas Mabes Polri, Irjen Anton Charliyan.
Anton melanjutkan, jika dibandingkan dengan negara tetangga yakni Malaysia, Indonesia masih kala jauh. Pasalnya disana undang-undangnya sudah sangat baik dan ketat, utamanya atas aksi-aksi terorisme.
Upaya preventif yang dimaksud yakni Polri turut serta ambil bagian dalam upaya pencegahan terorisme bersama pihak-pihak lain termasuk BNPT. Sementara represif yakni upaya terakhir dalam memberantas para pelaku teror.
"Jadi kami minta ada kewenangan khusus saat orang menyatakan diri anggota ISIS atau gerakan radikal itu bisa ditindak. Atau saat pidato terlarang mengajak jadi anggota gerakan radikal juga bisa ditindak. Soal revisi kami serahkan seluruhnya ke para pengurus Undang-undang," tutur Anton.
Anton menyayangkan selama ini pihaknya tidak bisa berbuat atau menindak orang-orang yang berpidato mengajak gabung gerakan radikal atau menyatakan diri gabung ISIS pasalnya mereka belum melakukan perbuatan pidana.
Dengan adanya revisi undang-undang terorisme diharap mereka bisa ditindak dan diproses hukum.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti menilai Undang-undang Terorisme memang perlu direvisi . Sebab, selama ini pihaknya sudah mengetahui indikasi-indikasi yang punya potensi melakukan aksi teror, tetapi tidak bisa bertindak karena tidak ada pelanggaran hukumnya.
Badrodin juga berharap, mereka, para terduga teroris diamankan dan dimintai keterangan lebih lama. Pasalnya, pembuktian terduga teroris tidak mudah, membutuhkan konfirmasi-konfirmasi dan keterangan dari luar Negeri.
Menurut jenderal bintang empat itu, waktu 7x24 jam sesuai dengan Undang-undang terorisme tidak cukup untuk membuktikan keterlibatan para terduga teroris. Ia meminta waktu itu diperpanjang.