Hakim Udjiati Sebut Kerugian Negara Masuk Perkara Pokok Bukan Objek Praperadilan
"Itu adalah perkara pokok dan bukan yang sedang diuji praperadilan,"
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada putusan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino, hakim tunggal Udjiati menolak permohonan tersebut.
Dalam amar putusannya, hakim Udjiati menyatakan jumlah kerugian negara yang dipermasalahkan kuasa hukum RJ Lino, Maqdir Ismail, merupakan pembahasan perkara pokok.
"Itu adalah perkara pokok dan bukan yang sedang diuji praperadilan," kata Udjiati saat membacakan amar putusannya di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/1/2016).
Udjiati menjelaskan, perhitungan kerugian keuangan negara yang diatur dalam pasal 2 ayat 1 pada Undang-undang (UU) nomor 31 tahun junto UU nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sedang praperadilan menguji penetapan tersangka yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Tidak terpenuhinya unsur tersebut tidak terkait dengan sah atau tidaknya penetapan tersangka," katanya.
Dengan putusan praperadilan ini, status tersangka yang ditetapkan KPK kepada Lino masih melekat pada RJ Lino.
Sebelumnya, RJ Lino mengajukan permohonan praperadilan ini atas status tersangkanya pada Senin (28/12/2015), melalui pengacaranya Maqdir Ismail.
Permohonan tersebut dilayangkan setelah mantan Bos PT Pelindo II, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (18/11/2016) silam.
KPK menilai ada tindak pidana korupsi dalam pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II pada 2010.
Lino yang memimpin PT Pelindo II saat itu, diduga melakukan penyalahgunaan wewenang karena menujuk langsung perusahaan asal Tiongkok, Huang Dong Heavy Machinery Co, tanpa mekanisme lelang.