Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MK Tolak Enam Sengketa Pilkada di Provinsi Riau

Abdul Hamid mengatakan kepuasannya karena enam sengketa tersebut telah berakhir.

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in MK Tolak Enam Sengketa Pilkada di Provinsi Riau
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana jalannya Sidang Pleno Pengucapan Putusan gugatan perkara perselisihan hasil pemilihan (PHP) Kepala Daerah 2015 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (25/1/2016). Mahkamah Konstitusi memutus 26 permohonan dari total 147 permohonan pada sidang tahap kedua gugatan PHP Kepala Daerah 2015. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak enam sengketa pilkada yang berada di Provinsi Riau yang disidangkan pada Selasa (26/1/2016) dimana seluruhnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah disusun di UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada Serentak dan PMK No 1-5 Tahun 2015.

Keenam sengketa pilkada tersebut berasal dari Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kepulauan Meranti dan Kabupaten Bengkalis.

Komisioner KPU Provinsi Riau, Abdul Hamid mengatakan kepuasannya karena enam sengketa tersebut telah berakhir dan KPU Kabupaten/Kota setempat dapat langsung menetapkan pasangan calon terpilih sesuai dengan tahapan yang sudah diberikan.

"Iya nanti bisa langsung ditetapkan. Semua sudah sesuai dengan yang kami harapkan. Di KPU daerah juga sudah kami beri tahu untuk secepatnya dapat dilakukan penetapan," ujarnya saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Selasa (26/1/2016).

Abdul Hamid mengatakan bahwa dari enam sengketa yang disidangkan dari Provinsi Riau, lima diantaranya tidak diterima karena pemohon tidak mempunyai legal standing sesuai dengan pasal 158 UU No 8 Tahun 2015, sementara satu daerah lainnya tidak diterima dengan alasan objek sengketa yang kabur.

Sengketa pilkada di Kabupaten Indragiri Hulu misalnya, perkara nomor 45/PHP.BUP-XIV/2016 tersebut tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi karena dinilai telah melewati ambang batas yang ditentukan oleh MK sesuai dengan pasal 158 UU No 8 Tahun 2015 dan PMK No 1-5 Tahun 2015 tentang selisih suara di MK,

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi, Maria Farida mengatakan bahwa selisih antara pemohon atas nama pasangan Mukhtarudin-Aminah tidak dapat diterima karena selisih suara pemohon dengan pihak terkait yaitu pasangan Yopi-Khairizal.

Berita Rekomendasi

Berdasarkan hasil rekapitulasi dari KPU Indragiri Hulu, pemohon memperoleh 71.225 suara dan pemenang mendapatkan 99.191 suara pada saat pilkada 9 Desember lalu. Sehingga selisih suara mencapai 27.966 suara. Sementara yang dapat mengajukan ke MK, hanya jika pemohon memperoleh selsisih suara sebanyak 1.488 suara.

"Berdasarkan hal tersebut, Mahkamah menilai bahwa pemohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan sengketa pilkada. Sehingga seluruh pokok perkara permohonan lainnya tidak dipertimbangkan," jelas Maria saat persidangan.

Kuasa hukum KPU Indragiri Hulu, Novriadi Andra mengatakan bahwa MK telah melakukan hal yang tepat dengan tidak menerima gugatan yang dilayangkan oleh pasangan bupati dan wakil bupati yang kalah, karena seluruh perkara yang diajukan mengada-ada.

"MK sudah pada jalannya. Mereka melakukan hal yang benar. Kalaupun diloloskan, kami juga siap, soalnya banyak yang perkara yang mengada-ada. Jadi kami puas dengan putusan ini," kata Andra.

Hal yang sama juga berlaku pada sengketa pilkada Kabupaten Pelalawan dalam perkara nomor 9/PHP.BUP-XIV/2016 yang dilayangkan oleh pemohon atas nama pasangan Zukri-Abdul Anas tidak dapat diterima karena selisih suara dengan pihak terkait atau pemenang pilkada yaitu pasangan Harris-Zardewan melebihi batasana yang ditetapkan oleh MK.

Diketahui, pemohon mendapatkan 67.080 suara dan pihak terkait memperoleh suara 68.618 suara. Berdasarkan selisih suara keduanya dan jumlah penduduk di Kabupaten Pelalawan yaitu 415.864 jiwa, maka selisih keduanya tidak bisa lebih dari 1,5 persen atau sebanyak 1.029 suara.

Kuasa hukum pasangan Harris-Zardewan, Asep Ruhiyat menyatakan mahkamah konstitusi telah melakukan tugasnya secara baik dan sesuai dengan undang-undang yang ada. "Kalau misalnya MK tidak mengikuti pasal 158, maka MK akan menyalahi konstitusi. Tidak mungkin kan MK mau melakukan itu?" tambahnya.

Sementara untuk kasus sengketa pilkada di kabupaten Kepulauan Meranti, Hakim Konstitusi, Maria Farida dalam pertimbangannya mengatakan bahwa pemohon yang melayangkan gugatan ke MK, salah alamat atau error in objecto. Sebabnya, pemohon memperkarakan SK KPU No 28/BA/KPU.KAB.MRT/004.435240/2015 tentang berita acara rekapitulasi yang seharusnya menggugat putusan KPU no 24/Kpts/KPU-MRT-004.435240/2015.

"Menimbang bahwa mahkamah tidak mempunyai wewenang mengadili permohonan pemohon, maka mahkamah menilai permohonan pemohon salah objek dan tenggat waktu, pokok perkara permohonan dan eksepsi lain dari termohon dan pihak terkait tidak dapat dipertimbangkan," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas