Usai Diperiksa KPK, Anggota DPR dari Golkar Tutupi Wajahnya dari Kamera Wartawan
"Saya sudah sampaikan apa yang saya ketahui," singkat Budi di KPK, Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI dari fraksi Partai Gokar, Budi Supriyanto, langsung ngacir dari wartawan usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Budi mengelak ketika ditanya mengenai peran dirinya terkait suap proyek jalan di Pulau Seram Provinsi Maluku.
Budi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir.
"Saya sudah sampaikan apa yang saya ketahui," singkat Budi di KPK, Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Ketika ditanya mengenai dugaan suap yang diterimanya, Budi membatahnya.
"Tidak, tidak ada," ketus Budi sambil menutupi mukanya dan masuk ke mobilnya.
Budi sendiri diperiksa sekitar 8,5 jam. Keterlibatan Budi dalam kasus tersebut bermula dari penggeledahan di ruangan kerjanya di Komisi V bersamaan ruangan Wakil Ketua Komisi V Yudi Widiana.
Tidak berselang lama, KPK mengirimkan surat permintaan cegah ke luar negeri atas nama Budi ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, mengatakan Budi dilarang meninggalkan Indonesia karena dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dan melarikan diri.
Larangan tersebut berlaku selama enam bulan.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX, Amran Hl Mustary, usai diperiksa tadi malam, mengatakan proyek jalan tersebut merupakan proyek lama.
Menurut Amran, proyek tersebut kembali dihidupkan usai kunjungan kerja Komisi V ke Pulau Seram sekitar Agustus 2015. Seingat Amran, sekitar 20 anggota Komisi V turut di dalam acara Kunker tersebut. Turut juga BBPJN sebagai perwakilan dari Pemerintah.
Kata Amran, saat itu pihaknya menampung semua usulan termasuk usulan proyek jalan di Pulau Seram oleh Komisi V.
"Usulan kan terbuka, kita dari Pemerintah, daerah usul," beber Amran.
Sebelumnya, Damayanti ditangkap dua orang stafnya yakni Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin dan seorang dari unsur swasta yakni Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Total uang yang disita dari ketiga orang tersebut adalah 99 ribu dolar Singapura. Sementara total uang suap yang diperkirakan akan diterima adalah 404 ribu Dolar Singapura.
Suap tersebut merupakan hadiah atau janji dari Abdul terkait proyek jalan di Ambon untuk tahun anggaran 2016 di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.