Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kriminolog: Motif Jessica Membunuh Mirna Tak Penting, Tapi Siapa Penaruh Sianida Itu Penting

Meski sudah resmi menyandang status tersangka namun hingga saat ini motif Jessica menghabisi nyawa Mirna belum terungkap

zoom-in Kriminolog: Motif Jessica Membunuh Mirna Tak Penting, Tapi Siapa Penaruh Sianida Itu Penting
HO/HO
Tersangka pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, diperiksa penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Sabtu (30/1/2016). Jessica akhirnya ditangkap di sebuah Hotel di Mangga Dua Square setelah ditetapkan sebagai tersangka pada malam sebelumnya. TRIBUNNEWS/HO 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Motif mengapa Jessica Kumala Wongso meracun Wayan Mirna Salihin hingga kini masih menjadi teka-teki.

Meski sudah resmi menyandang status tersangka namun hingga saat ini motif Jessica menghabisi nyawa Mirna belum terungkap.

Kriminolog Adrianus Meliala mengatakan soal motif bukanlah hal penting yang perlu ditonjolkan di peradilan.

Sebab peradilan Indonesia tak menjadikan urusan motif sebagai hal yang formil.

"Jadi kalau motifnya ada ya baik, kalau tidak ada ya tidak masalah," ujar Adrianus, Sabtu(30/1/2016).

Adrianus mengatakan yang lebih perlu dibuktikan adalah urusan materiilnya.

Soal siapa penaruh sianida dan bukti-buktinya.

Berita Rekomendasi

Bukan soal motif mengapa Jessica membunuh Mirna.

Adrianus menjelaskan di kasus ini sudah bisa dipastikan Jaksa akan menerima dan hakim akan menyidangkannya.

"Sebab kan ini (penetapan tersangka) sudah dibicarakan lebih dulu antara Jaksa dan Polisi dan dilakukan berdasarkan petunjuk Jaksa," kata Adrianus.

Namun, ucap Adrianus, polisi tak memiliki petunjuk langsung dan berusaha menjerat Jessica dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Masalahnya, bukti materiil seperti apa yang sudah polisi dapat.

Apakah ada bukti langsung bahwa Jessica yang menaruh sianida.

Ketika bukti materiil tak bisa disampaikan gamblang di pengadilan, maka hakim akan memakai keyakinannya untuk memutus perkara.

"Sekitar 20 persen hakim harus memakai keyakinanya untuk memutus perkara ini," kata Adrianus.

Namun apabila bukti materiil tak kuat, hakim cenderung memilih tak menghukum maksimal.

"Misalnya hukuman maksimalnya 20 tahun, nantinya hakim akan menghukum 10 tahun saja," kata Adrianus.

Begitu juga apabila hukumannya mati, hakim akan memutus hukuman seumur hidup atau lebih ringan lagi. (Theo Yonathan Simon Laturiuw)

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas