Kasus Samad dan Bambang Berbeda dengan Kasus Chandra dan Bibit
Deponering perkara menurutnya hanya bisa dilakukan kalau ada kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Khairul Huda mempertanyakan langkah Jaksa Agung mengambil alih kasus yang melibatkan Mantan Ketua KPK Abraham Samad, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjajanto dan Penyidik KPK, Novel Baswedan.
Alasan yang digunakan oleh Jaksa Agung dalam mengambil alih kasus tersebut menurutnya sangat tidak masuk akal dan justru akan menimbulkan kecurigaan akan adanya deal-deal dengan KPK.
“Jaksa Agung mengatakan akan mempertimbangkan untuk mendeponering atau mengesampingkan kasus itu memperhatikan aspirasi masyarakat dan demi kepentingan umum. Ini melanggar sumpah jabatan karena jaksa agung harus menjalankan tugasnya selurus-lurusnya. Kepentingan umum tidak ditafsirkan seperti itu, itu penilaian subjektif,” ujar Khairul di Jakarta, Selasa (9/2/2016).
Deponering perkara menurutnya hanya bisa dilakukan kalau ada kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.
Dalam kasus menurutnya tidak ada kepentingan negara yang lebih besar yang bisa dikesampingkan.
”Kasus Samad dan Bambang berbeda dengan kasus Chandra Hamzah dan Bibit. Kasus Chandra dan Bibit bisa dideponering karena saat itu mereka masih menjabat berbeda dengan Samad dan Bambang yang sejak dikeluarkannya perpu pemberhentian, sudah tidak menjabat dan oleh karenanya tidak ada lagi kepentingan negara atau lembaga,” katanya.
Dirinya pun mengingatkan bahwa langkah Jaksa Agung ini justru akan menimbulkan kecurigaan di masyarakat bahwa ada barter antara kejaksaan agung dengan KPK.
Menurutnya, bagaimanapun nama Jaksa Agung, HM Prasetyo juga banyak disebut-sebut dalam urusan korupsi dana bansos yang melibatkan juga para petinggi Partai Nasdem, dimana Prasetyo adalah juga salah satu kadernya.
“Nanti malah menimbulkan kecurigaan masyarakat mengingat nama Jaksa Agung juga disebut-sebut dalam kasus dana bansos provinsi Sumut yang melibatkan elit-elit Partai Nasdem yang juga partai asal Jaksa Agung. Jangan sampai pengesampingan kasus Samad dan Bambang di barter dengan kasus yang menyeret-nyeret namanya yang kini ditangani KPK itu,” ujarnya.
Dia pun meminta agar Presiden Jokowi segera mengganti jaksa agung karena sudah melanggar sumpah jabatannya.
Jaksa Agung jelasnya telah menafsirkan sendiri makna kepentingan yang lebih besar dengan kepentingan umum yang dinilainya secara subjektif.
Menurutnya, jika mau lebih elegan maka seharusnya Jaksa Agung lebih baik mengundurkan diri dari jabatannya.