Baleg DPR Lanjutkan Bahas Revisi UU KPK, Cuma Gerindra yang Menolak
Badan Legislasi (Baleg) DPR akhirnya melanjutkan pembahasan revisi UU KPK.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR akhirnya melanjutkan pembahasan revisi UU KPK.
Hal itu diputuskan setelah Baleg mendengar pandangan mini fraksi-fraksi di DPR.
Hasilnya, 9 fraksi menyetujui revisi UU KPK tersebut dilanjutkan dan hanya fraksi Gerindra yang melakukan penolakan.
"Saya nyatakan dari sisi fraksi, 9 fraksi setuju. Satu fraksi tidak. Maka saya minta persetujuan kepada seluruh anggota Baleg apakah RUU KPK dapat disetujui lebih lanjut?" tanya Ketua Baleg Supratman Andi Agtas diruang Baleg, Gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/2/2016).
"Setuju," kata anggota Baleg. Supratman akhirnya mengetuk palu. Ia lalu meminta pengusul RUU KPK Ichan Soelistio menyampaikan pendapatnya.
"Saya sebagai wakil pengusul mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya bahwa ini dapat diterima untuk dilanjutkan. Bahwa ada perbedaan itu proses demokrasi," kata Ichan.
Usai Ichan menyampaikan pendapatnya, Supratman meminta anggota Baleg menandatangani hasil rapat mengenai RUU KPK. Sebelumnya, fraksi-fraksi menyampaikan pendapatnya mengenai revisi UU KPK.
Gerindra menyatakan penolakannya terhadap RUU KPK. Hal itu disampaikan juru bicara Gerindra Aryo Djojohadikusumo. "Sudah ada tiga versi RUU yang berbeda. secara redaksional beda, sama-sama ingin melemahkan KPK. Akhirnya jadi inisiatif DPR 45 orang dari 6 fraksi. 45 anggota ini yang menyusun dan mempelopori draft RUU KPK menjadi 3 versi. Yang dibahas tetaplah yang terakhir," kata Aryo.
Aryo menyebutkan perubahan itu untuk memperkuat KPK. Tetapi, ia meminta semua pihak sadar KPK hadir dalam rezim reformasi dengan cita-cita mulia.
"Kami dari Fraksi Gerindra terus menyuarakan agar rencana revisi UU KPK segera dihentikan. Pelemahan jangan dikamuflase dengan penguatan. Fraksi Gerindra menyatakan menolak revisi UU KPK," katanya.
Sementara, sembilan fraksi menyatakan persetujuannya terhadap revisi UU KPK. Dimulai dari pendapat Fraksi Hanura yang dibacakan Rufinus Hotmaulana. Ia menyatakan setuju terhadap revisi UU KPK meskipun dengan sejumlah catatan. Catatan tersebut antara lain penyadapan harus menyertakan izin dan bukti permulaan yang cukup. Kemudian Dewan Pengawas ditetapkan presiden dengan penuh tanggungjawab.
"Penyidik yang diperbantukan, KPK dapat mengangkat penyidik dari Polri atau kejaksaan," kata Rufinus.
Fraksi Golkar yang diwakili Dadang S Muchtar juga menyatakan dukungannya terhadap perubahan UU KPK. Ia mengatakan UU tersebut perlu dievaluasi serta disesuaikan dengan undang-undang lainnya agar tidak tumpang tindih. "Fraksi Golkar memberikan beberapa catatan krusial. Perlu dilakukan transparan dan memperharikan aspirasi publik, penuntutan disesuaikan dengan yang lain," katanya.
Fraksi PDIP yang diwakili Hendrawan Supratikno menyatakan persetujuannya untuk membahas revisi UU KPK. Ia mengingatkan lembaga negara yakni kepolisian dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi belum berjalan secara efektif dan efisien. "Dalam aspek penyadapan, penyidik, penuntutan, dewan pengawas perlu ada pengaturan," tutur Hendrawan.
Hendrawan mengatakan kewenangan yang tidak terkendali akan menimbulkan abuse of power. Sehingga terdapat kewenangan yang ditambahkan kepada dewan pengawas. "Kemampuan Dewan Pengawas, kedepannya harus diperbaiki dan disempurnakan sebaik-baiknya," ujar Hendrawan.
Sementara, Fraksi Partai Demokrat yang diwakili Khatibul Umam Wiranu menyampaikan pendapatnya secara lisan. Demokrat turut menyetujui revisi UU KPK. "Catatan penting Fraksi Demokrat setiap UU ada masa berlakunya sesuai dengan konteks pada zamannya tidak ada satu pun UU yang tidak bisa dilakukan perubahan, karena UU bukan kitab suci yang hanya bisa dibatalkan oleh Tuhan," katanya.
Menurut Khatibul, UU KPK masih mengandung banyak masalah sehingga perlu dilakukan perubahan dan penyempurnaan. "Fraksi Partai Demokrat menyetujui revisi UU KPK," imbuhnya.
Sedangkan Irmawan dari Fraksi PKB juga menyatakan dukungannya terhadap perubahan revisi UU KPK. "Kami sangat berharap pada KPK memberantas korupsi, agar transparan dan akuntabel dalam memberantas korupsi," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Amalia Fatma Surya dari Fraksi PAN. Amalia mengatakan PAN memandang perlunya penguatan terhadap KPK. Sehingga diperlukan Dewan Pengawas agar KPK tidak melakukan tindakan yang sewenang-wenang.
"Penyadapan dilakukan atas bukti yang cukup dan izin Dewas. KPK diberikan kewenangan menerbitkan SP3 memenuhi HAP. KPK diberikan hak merekrut penyidik, dan penuntut," imbuhnya.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang diwakili Al Muzzammil Yusuf mengatakan pihaknya menyetujui pembahasan revisi UU KPK. Meskipun wacana revisi UU KPK menuai pro kontra di publik.
"Dengan kepala dingin adanya dialog terbuka tanpa prejudice. Kita akan membuka segala bentuk saran konstruktif baik atau kontra. Pasal-pasal yang diperdebatkan, sejak awal PKS mengatakan revisi ini melibatkan pakar kampus, pegiat anti korupsi terus terbuka," ujarnya.
Fraksi PPP yang diwakili Arsul Sani menghormati usulan revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR. Namun, PPP memberikan sejumlah catatan antara lain Dewan Pengawas merupakan lembaga non struktural yang bersifat mandiri. Kemudian SP3 hanya dapat dikeluarkan KPK dalam keadaan tertentu. KPK juga dapat mengangkat penyidik dari Polri atau Kejaksaan. "Maka FPPP tidak berkeberatan atas proses revisi UU KPK untuk dilanjutkan pada tahap berikutnya," kata Arsul.
Fraksi NasDem juga menyetujui pembahasan revisi UU KPK. Juru Bicara NasDem Sulaeman Hamzah mengatakan pihaknya mendukung pembentukan dewan pengawas. Tetapi, dewan pengawas tidak melakukan intervensi penyidikan dan penuntutan. "Penataan dan penyempurnaan agar lebih profesional bukan pelemahan. Fraksi Nasdem menyetujui revisi UU KPK sesuai dengan catatan di atas dan dapat dilanjutkan ke tahapan pembahasan selanjutnya," kata Sulaeman.