Pemerintah Diminta Ubah Paradigma Penganggaran
pemborosan di beberapa pos belanja kementerian pada masa APBN 2015 murni kesalahann kementerian terkait
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masih adanya pemborosan di beberapa pos belanja kementerian pada masa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015, mendapat respons dari anggota Badan Anggaran DPR Ahmad M Ali.
Ditemukannya angka tersebut, menurutnya, adalah murni kesalahan Kementerian terkait. Pengelolaan keuangan pasca disahkannya APBN 2015 itu sepenuhnya berada tanggung jawab Kementerian berdasarkan dana pagu yang sudah ditentukan pemerintah.
“DPR hanya mengesahkan uang gelondongan yang diajukan oleh pemerintah, tidak dalam satuan tiga. Pasca APBN disahkan itu tanggung jawab kementerian-kementerian,” ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Selasa (9/2/2016).
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Senin (8/2) melansir adanya inefisiensi anggaran senilai Rp 8,92 triliun atau sekitar 1 persen dalam APBN 2015. Pemborosan didapati pada pos-pos belanja di beberapa kementerian. Kementerian-kementerian tersebut adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Pendidikan Dasar, dan Kebudayaan.
Ali menganggap pemborosan oleh ketiga kementerian tersebut merupakan potret buruknya formulasi kebijakan penganggaran. Menurutnya, selama ini kementerian tidak menggunakan paradigma penganggaran yang tepat. Mereka menggunakan anggaran yang sudah ditentukan oleh Presiden, bukan anggaran yang mengikuti perencanaan.
"Politik anggaran yang saat ini berlaku adalah menunggu disahkannya dulu anggaran, lepas itu setiap kementerian merancang perencanaannya," ungkapnya.
Mestinya, tambah politisi NasDem ini, anggaran mengikuti perencanaan, bukan sebaliknya. "Maka tidak salah juga banyak kementerian yang merancang anggaran yang salah,” imbuhnya.
Menurut Ali, paradigma penganggaran semacam ini harus diubah. Langkah yang bisa ditempuh adalah dengan membuat sistem pengelolaan anggaran terpadu. Sistem pengelolaan tersebut berupa aturan penyelenggaraan kegiatan dan belanja pemerintah yang selama ini belum ada.
“Aturan ini secara komprehensif mengenai aturan teknis. Semisal dalam agenda rapat-rapat, itu harus dijelaskan bahwa aturan teknisnya seperti apa. Jangan hanya himbauan yang melarang menggunakan hotel untuk rapat atau dilarang menggunakan pesawat Garuda Indonesia untuk pejabat pemerintah,” tuturnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.