Ketua Ikatan Dokter Indonesia Tegaskan Dokter Tidak Terlibat dalam Pembelian Obat
Pihak rumah sakit juga tidak bisa sembarangan membeli obat karena mayoritas pasien saat ini adalah peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ilham Oetama Marsis menegaskan, walaupun dokter menerima gratifikasi dari perusahaan farmasi, namun dokter wajib menjaga kemandiriannya.
Ketua Umum IDI juga memastikan, gratifikasi berbentuk sponsorship tidak akan membuat dokter, memprioritaskan obat produksi perusahaan farmasi pemberi sponsor.
"Dokter tidak terlibat pengadaan, itu soal obat ada di bagian pengadaan," ujar Ilham Oetama Marsis kepada wartawan, di sekretariat IDI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (11/2/2016).
Selain itu, pihak rumah sakit juga tidak bisa sembarangan membeli obat karena mayoritas pasien saat ini adalah peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Maka obat yang ditanggung BPJS, adalah obat yang ada di daftar e-katalog Formularium Nasional (Fornas)," katanya.
Justru buka kepada pasien BPJS direkomendasikan obat yang tidak tertera di Fornas, pihak rumah sakit akan merugi, karena obat itu tidak ditanggung BPJS.
Namun demikian, ia akui untuk dokter-dokter yang membuka praktik pribadi, terdapat banyak celah untuk ia menentukan obatnya sendiri. Ia berjanji akan membahas hal tersebut di internal IDI.
Ketua Departemen Organisasi IDI, Mahesa Paranadipa, dalan kesempatan yang sama menambahkan bahwa dalam memberikan resep, dokter wajib mempertimbangkan diagnosis, dosis, manfaat dan konsekuensi biaya.
"Tapi kita tahu ada masyarakat yang tidak mau menerima obat generik," ujarnya.