Prof Muzakkir: Kejagung Telah Melenceng, Tidak Ada Permufakatan Jahat
dugaan permufakatan jahat yang terus dikumandangkan Jaksa Agung, sudah seharusnya tidak diteruskan
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tuduhan adanya permufakatan jahat dalam kaitan kasus yang dikenal dengan sebutan “Papa Minta Saham” sesungguhnya tidak berdasar dan tidak benar.
Sebab dalam pertemuan tiga tokoh yaitu Setya Novanto, Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Riza Chalid, tidak ada kesepakatan (deal) yang terjadi.
"Sewaktu masalah itu ramai diperbincangkan saja, unsur permufakatan jahatnya tidak ada karena tidak ada deal, apalagi sekarang, mereka sudah tidak menjabat lagi, tidak mungkin lagi melakukan permufakatan jahat. Jika kasus ini diteruskan, Kejagung telah melenceng dari penegakan hukum," ujar ahli hukum pidana Prof Dr. Muzakkir, ketika dimintai tanggapannya, Jumat (12/2/2016).
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar ini lebih lanjut mempertanyakan mengapa Kejagung ngotot melanjutkan penyelidikan kasus yang sebenarnya tidak memenuhi unsur pidana itu.
"Kenapa dan ada apa ini Jaksa Agung begitu bersemangat? Langkah meneruskan kasus yang usang ini menimbulkan pertanyaan publik. Sementara kasus yang sudah lengkap dan siang disidangkan atau P-21 (kasus Abraham Samad, Bambang Widjojanto) dan Novel Baswedan malah mau dihentikan," katanya.
Dijelaskan Muzakkir, dugaan permufakatan jahat yang terus dikumandangkan Jaksa Agung, sudah seharusnya tidak diteruskan, karena Setya Novanto sudah tidak menjabat Ketua DPR.
Begitu juga Maroef Sjamsoeddin sudah mundur dari posisinya sebagai Presiden Direktur PT Freeport.
"Permufakatan jahat apa yang bisa mereka lakukan?" katanya.
Hanya Cari Panggung
Ketika ditanya mengapa begitu ngototnya Jaksa Agung, Prof Muzakkir menilai, bisa saja Jaksa Agung sedang mencari panggung dengan terus meminta keterangan Novanto.
Menurut Muzakkir, langkah Kejagung meneruskan kasus ini keliru dan melenceng dari kaidah penegakkan hukum.
"Sekali melenceng dalam proses penegakkan hukum, maka sesungguhnya Jaksa Agung tidak boleh lagi menjadi penegak hukum. Dia harus berhenti," ujarnya.
Jadi, dalam reshuffle nanti Jaksa agung HM Prasetyo harus diganti? Muzakkir mengiyakan.
"Presiden Jokowi harus mencari sosok Jaksa Agung yang kredibel, punya kemampuan, dan independen, tidak berpihak pada kepentingan partai tertentu," ujarnya.