Politikus PKS Menolak Revisi UU KPK
Apalagi ingin melemahkan KPK dengan prestasi bagus yang telah diukir selama ini.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera setuju dengan sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap menolak Revisi Undang Undang (UU) Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
"Setuju, revisi tidak dilakukan," tegas Mardani kepada Tribun, Selasa (16/2/2016).
Apalagi, kata dia, prestasi KPK selama ini mampu membuat pelaku korupsi mulai jera.
"Dengan conviction rate 100 persen perlu dilanjutkan bahkan diperkuat," kata Mardani.
Dia mengetuk hati para pemangku kepentingan di negara ini baik legislatif maupun eksekutif untuk tidak berpikir mundur.
Apalagi ingin melemahkan KPK dengan prestasi bagus yang telah diukir selama ini.
"Jangan mundur dan melemahkan apa yang sudah susah didapat. Bahwa ada kekurangan tidak harus dilakukan dengan revisi," kata Mardani.
Sebelumnya, pimpinan KPK menyatakan tetap menolak Revisi Undang Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakan seluruh jajaran KPK sudah sepakat untuk menolak revisi tersebut.
"Di dalam banyak kesempatan kami sudah sampaikan bahwa pimpinan yang baru maupun seluruh jajaran di KPK menolak dilakukannya revisi Undang Undang KPK dalam waktu dekat ini," kata Agus di kantornya, Jakarta, Selasa (16/2/2016).
Menurut Agus, pihaknya memberikan waktu untuk revisi jika Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia sudah mencapai angka 50.
Sebelum itu tercapai, kata dia, KPK tidak menginginkan revisi.
"Kami sudah menyampaikan ancer-ancernya kalau Index Perception Corruption sudah 50 baru kita akan melakukan kajian apakah kemudian revisi itu perlu dilakukan."
"Ketua dan seluruh komisioner dan seluruh jajaran di KPK mengucapkan menolak dilakukannya revisi Undang-undang KPK," tegas Agus.
Berdasarkan data Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi secara global, Indonesia kini berada di posisi 88 dari 168 negara dan memilik skor 36.
Indonesia kalah dibandingkan Hongkong yang berada di posisi 18 dengan skor 75 sementara Malaysia berada di peringkat 54 dengan skor 50.
Semakin besar nilainya akan semakin bagus dan semakin sedikit tindak pidana korupsi.