Kekecewaan Pemuda Muhammadiyah pada Ringannya Tuntutan Terhadap Eks Gubernur Sumut
"Jika hanya tuntutan atau vonis hukuman penjara saja akan sulit memberikan efek jera," kata Ketua Pemuda Muhammadiyah.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sangat rendahnya tuntutan Jaksa KPK terhadap eks Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, yakni hanya 4,5 tahun penjara mendapat sorotan dari sejumlah pihak.
Demikian pula Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Virgo Sulianto Gohardi menilai tuntutan terhadap Gatot.
Menurut Virgo, ketika pejabat penyelenggara negara baik eksekutif dan legislatif menyalahgunakan wewenangnya serta mengingkari amanat rakyat sebagai pemilih, pada dasarnya telah batal wudhu.
Artinya, dia jelaskan, seseorang tersebut tidak layak lagi untuk menjadi penyelenggara negara.
"Maka sudah sepantasnya mencabut hak politiknya dan mencabut haknya untuk menjadi pejabat negara," tegasnya kepada Tribun, Rabu (17/2/2016).
Selain itu usulan pemiskinan serta tidak adanya remisi bagi koruptor, harus turut disertakan dalam tuntutan dan diharapkan nantinya saat vonis hakim.
"Jika hanya tuntutan atau vonis hukuman penjara saja akan sulit memberikan efek jera," tandasnya.
Eks Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho dituntut pidana selama 4,5 tahun penjara oleh Jaksa KPK.
Selain itu, Gatot juga dituntut membayar denda sebesar Rp 200 juta subsidair 5 bulan kurungan.
Demikian Jaksa KPK membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (17/2/2016).
Di waktu bersamaan, istri Gatot, Evy Susanti dituntut penjara 4 tahun dan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsidair 5 bulan.
"Menjatuhkan pidana 4,5 tahun terhadap terdakwa 1 (Gatot) dan Evy 4 tahun, denda masing-masing Rp 200 juta subsider 5 bulan," kata Jaksa lrene Putrie.
Jaksa menilai Gatot dan istrinya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena menyuap tiga hakim dan seorang panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan sebesar US$27.000 dan Sin$5.000 beberapa waktu lalu.
Suap itu diberikan untuk memengaruhi putusan perkara yang sedang diajukan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ke PTUN Medan.