Setelah Dijerat KPK, Bos Sentul City Kini Berurusan dengan Kejagung
Kejaksaan Agung merespon cepat laporan masyarakat terkait dugaan korupsi pemberian izin lokasi perumahan dari Pemda Bogor ke PT Sentul City.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung merespon cepat laporan masyarakat terkait kasus dugaan korupsi pemberian izin lokasi perumahan dari Pemerintah Kabupaten Bogor ke PT Sentul City Tbk.
Kini lembaga pimpinan HM Prasetyo itu tengah menelaah laporan tersebut.
"Sudah dilanjutkan ke Pidsus (Pidana Khusus), dan masih dipelajari tim Pidsus," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Rabu (17/2/2016).
Menurut Amir laporan dugaan korupsi yang juga menyeret Bos Sentul City, Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng itu tak cuma satu yang masuk ke markasnya. Karena itu harus ditelaah satu per satu. "Kan yang melaporkan ada banyak," tegasnya.
Diketahui, kasus ini mengemuka ke publik, setelah beberapa waktu lalu, sejumlah elemen masyarakat melaporkannya.
Dalam laporan itu disebutkan bahwa Swie Teng diduga telah melakukan praktek suap menyuap izin lokasi perumahan dari Pemkab Bogor kepada Sentul City.
Dimana PT Sentul City diwajibkan menyediakan tanah sekitar 119,2 hektar untuk fasilitas umum berupa area pemakaman.
Namun, dalam pelaksanaannya, tanah Fasum yang sedianya digunakan untuk pemakaman, tidak sesuai dengan ketentuan. Sebab, Sentul City hanya memberikan Girik bukan sertifikat kepada pihak Pemkab Bogor.
Dugaan adanya tindak rasuah pun menguat karena kasus ini mandek di Kejari Cibinong.
Padahal kasus sebelumnya Kejari Cibinong sejak tahun 2011 silam sudah menerbitkan surat perintah penyidikan Nomor 1991/0.2.33./FD.1/06/2011 tertanggal 22 Juni 2011 Tentang dugaan tipikor dalam pemberian ijin lokasi perumahan dari Pemkab Bogor kepada PT Sentul City Tbk.
Cahyadi Kumala alias Swie Teng sendiri sudah dijebloskan ke dalam penjara oleh KPK, karena menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin ketika itu terkait alih fungsi hutan.
Namun sebelum divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, Cahyadi kembali berulah dengan mengajak seorang Hakim Agung di MA makan malam bersama.
Oleh Pengawas MA si hakim tersebut dijatuhi sanksi dan dipindahtugaskan.
Belum jera juga, justru ketika menjalani proses penyidikan di KPK, Cahyadi ketahuan petugas Rutan memasukkan ponsel ke dalam Rutan. Akibatnya ia mendapat sanksi tidak boleh dijenguk keluarga selama beberapa bulan. (Edwin Firdaus)