Terus Usut Permufakatan Jahat, Kejagung Bikin Kegaduhan Baru
Padahal jika diteliti lebih jauh, unsur permufakatan jahat itu tidak ada.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung diminta tidak membuat kegaduhan baru dengan terus melakukan penyelidikan atas tuduhan adanya permufakatan jahat terkait pertemuan mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan Presdir Freeport Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid.
Jika masalah ini terus menerus diusut sementara unsur pidananya lemah, bahkan tak ada, justru akan membuat kegaduhan baru.
“Kondisi politik dan keamanan yang stabil ini harus kita jaga sehingga energi kita lebih maksimal untuk meningkatkan kinerja ,” ujar anggota Komisi III DPR , Andika Hazrumy, ketika dimintai tanggapannya, Kamis (17/2/2016).
Politisi Golkar dari Dapil Banten I ini lebih lanjut mengatakan, potensi kegaduhan atas penyelidikan ini cukup tinggi karena tuduhannya sangat berat yakni permufakatan jahat.
Padahal jika diteliti lebih jauh, unsur permufakatan jahat itu tidak ada.
“Di dalam pertemuan ketika tokoh itu tidak ada kesepakatan atau deal mereka akan melakukan sesuatu yang dinamakan mufakat jahat. “ ujarnya.
Andika juga menyebutkan, masalah yang terkait dengan pertemuan tiga tokoh –Novanto, Maroef, dan Riza Chalid – sudah diselesaikan di Mahkamah Kehormatan Dewan atau MKD DPR.
Bahkan dari proses di MKD itu berimplikasi pada mundurnya Setya Novanto sebagai Ketua DPR.
Belakangan kita juga mengetahui bahwa Maroef Sjamsoeddin juga sudah mundur sebagai Presdir Freeport.
“Jadi ya sudah selesai di MKD DPR,” katanya.
Diungkapkan Andika, semua persoalan Freeport kini tengah ditangani oleh Panitia Kerja atau Panja Komisi III DPR.
Panja akan menelusuri dan merangkum semua persoalan terkiat Freeport, termasuk soal pertemuan itu.
“Jadi dari kami di DPR sebaiknya Kejagung ya menunggu hasil Panja Freeport agar persoalannya jelas. Dan kami ingatkan bahwa Panja Freeport bukan bentuk intervensi atas apa yang kini tengah dilakukan Kejagagung,” ujarnya.
Sebelumnya ahli pidana dari Universitas Hasanudin, Prof Muzakkir mengatakan, tidak ada permufakatan jahat dalam pertemuan tiga tokoh itu.
Tuduhan Kejagung itu tidak memenuhi unsur pidana, sebab dalam pertemuan itu tidak ada deal atau kesepakatan tertentu, mereka hanya berbicara saja.
Penilaian senada dikemukakan ahli hukum pidana Prof Andi Hamzah yang menilai bahwa apa yang disebut kasus permufakatan jahat itu sebenarnya masalah politik, tetapi Kejagung menggiringnya ke masalah pidana.