Menko PMK Tunggu Sumbangsih UI untuk Revolusi Mental
UI diharapkan menjadi salah satu penggerak utama Program Nasional Revolusi Mental.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menunggu sumbangsih Universitas Indonesia (UI) sebagai perguruan tinggi dalam pelaksanaan revolusi mental pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
UI diharapkan menjadi salah satu penggerak utama Program Nasional Revolusi Mental.
Sebagai perguruan tinggi, UI adalah pencetak tenaga kerja yang harus memiliki daya saing, memiliki kompetensi, inovatif dan kreatif. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Pemberdayaam Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani, dalam acara talkshow “Revolusi Mental sebagai Intervensi Sosial" di Universitas Indonesia, Depok, Jumat (19/2/2016).
“Saya sangat harapkan UI bisa berpartisipasi dalam program nasional revolusi mental. Karena itu, saya menunggu sumbangsih UI untuk pelaksaan revolusi mental,” kata Puan Maharani.
Puan menjelaskan revolusi mental tidak saja untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berdaya saing, inovasi dan kreatif, tetapi juga memiliki pola pikir yang sinergis. Di lingkup perguruan tinggi misalnya, diharapkan inovasi iptek yang masih terpencar-pencar dan ada barrier satu dengan yang lain, bisa bersinergi dan berkoordinasi. “Gagasan yang ada harus jadi gagasan bersama, jangan ada ego lagi satu dengan yang lain,” jelas Puan.
Menurutnya, semangat gotong-royong adalah salah satu kunci pelaksanaan revolusi mental. Ada banyak hal biasa bisa dikerjakan bersama, dan menghasilkan sesuatu yang besar dan luar biasa. Contohnya, dalam hal kebersihan.
“Orang masih suka buang sampah sembarangan. Padahal kalau kita bisa hidup bersih dengan tidak membuang sampah sembarangan, dampaknya bisa sangat banyak dan bagus,” jelasnya.
Contoh lain adalah budaya antri, menyebrang di zebracross, naik kreta secara tertib. Dulu, semasa menjadi mahasiswa UI sekitar 25 tahun lalu, kenang Puan, naik kreta api ke kampus tak pernah terasa aman. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kreta commuterline di Jabodetabek perlahan-lahan berubah menjadi lebih baik.
“Artinya, kita semua harus menjadi agen revolusi mental. Kita harus jalankan tema revolusi mental, Bersih, Tertib dan Melayani,” katanya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut menegaskan, revolusi mental tidak boleh dilakukan dengan menghilangkan kearifan lokal. Sebaliknya, kearifan lokal diperbaharui, disesuaikan dengan perkembangan zaman, tanpa harus kehilangan esensinya. “Revolusi mental harus mengakomodir kepentingan publik, mengangkat kearifan lokal,” tegasnya.
Misalnya, kebiasaan makan di UI zaman dulu dikenal “balsem” (dibalik semak-semak), sekarang menjadi “takor” (taman korea). Hal itu hanya menunjukkan adanya perubahan dalam penataan tempat makan, tetap sederhana dan enak tetapi menjadi lebih bersih dan murah serta tetap nyaman.
Selain Menko PMK Puan Maharani, talkshow yang diselenggarakam Program Studi S2 Psikologi Terapan Peminatan Intervensi Sosial tersebut juga menghadirkan Bupati Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Hugua, Bupati Bantaeng (Sulawesi Selatan), HM Nurdin Abdullah, Bupati Batang (Jawa Tengah), Yoyok Riyo Sudibyo dan pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.