Minim Info Seksual di Keluarga Bikin Anak Cari Sumber Lain di Luar
"Pendidikan kesehatan reproduksi itu juga bisa dilakukan secara informal dalam keluarga. Ini membutuhkan keterbukaan antara orangtua dan anak mendisku
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pro kontra soal keberadaan LGBT jadi cermin bila selama ini masalah seksualitas masih tabu untuk dibahas di kalangan masyarakat.
Di tengah menghangatnya isu LGBT (Letsbi, Gay, Bisexual, Transgender) kerentanan anak dieksploitasi justru pengetahuan tentang seksual terabaikan.
Beberapa waktu lalu, bahkan muncul akun yang menyebut gaykids, gay SMP dan SMA.
Akun-akun tersebut mengajak untuk memperdagangkan anak-anak.
"Terlepas benar tidaknya anak-anak di bawah umur itu merupakan gay, itu merupakan bentuk eksploitasi seksual pada anak," Aktivis Forum Alumni Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia, Evy Rachmawati dalam diskusi di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (21/2/2016).
Menurut Evy, minimnya informasi mengenai seksualitas baik dalam keluarga maupun sekolah membuat anak-anak mencari informasi dari sumber lain.
Seiring derasnya arus informasi di media sosial membuat anak-anak rentan termakan materi pornografi, sehingga bisa menjerumuskan mereka pada perilaku seks bebas.
"Dalam hal ini, pemerintah seharusnya berperan dalam melindungi anak-anak dari kekerasan seksual di sekitar mereka dengan mewujudkan lingkungan yang ramah anak."
"Hal itu disertai sosialisasi pendidikan seksualitas demi memenuhi hak tumbuh kembang anak," kata Evy.
Padahal, lanjut Evy, Pendidikan seksualitas mengajarkan anak mengenali tubuh mereka.
Dengan mengenali tubuh dan seksualitas, anak bisa mengenali tanda-tanda pelecehan seksual seperti meraba bagian tubuhnya, sehingga bisa menghindarinya.
"Pendidikan kesehatan reproduksi itu juga bisa dilakukan secara informal dalam keluarga. Ini membutuhkan keterbukaan antara orangtua dan anak mendiskusikan berbagai hal seputar seksualitas," kata Evy.