Sidang Gugatan Perdata Rp 1 Triliun PPP Kepada Presiden Jokowi Ditunda Hingga 29 Maret 2016
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus menunda sidang gugatan perdata yang dilayangkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Fa
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus menunda sidang gugatan perdata yang dilayangkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz, Rabu (29/3/2016).
Hal ini lantaran pihak tergugat kedua Menkopolhukam dan Menkumham tidak hadir.
Hanya pihak tergugat pertama Presiden Joko Widodo dari Kementerian Sekretariat Negara, itu pun tidak diterima karena tak membawa surat kuasa.
"Karena belum lengkapnya berkas dari tergugat I dan membutuhkan waktu 2 minggu untuk memanggil tergugat III, maka sidang ini ditunda hingga tanggal 29 Maret," kata Ketua Majelis Hakim Baslin Sinaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Selasa (15/3/2016).
Sementara itu, Ketua Tim Kuasa Hukum PPP, Humphrey R Djemat mengatakan, dasarnya gugatan tersebut lantaran tidak dijalankannya putusan MA No. 601/2015.
Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa Kepengurusan Muktamar Jakarta dengan Ketua Umumnya Djan Faridz sebagai kepengurusan yang sah.
"Pemerintah menghiraukan keberlakuan putusan MA itu, yang jelas merupakan salah satu bentuk hukum. Jadi dasar gugatan ini adanya perbuatan yang melawan hukum," kata Humprey.
Diketahui, pada Oktober lalu Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menyatakan sah Surat Keputusan Menkumham soal pengesahan PPP kubu Romahurmuziy.
Keputusan MA tersebut membuat Menkumham Yasonna Laoly mencabut Surat Keputusan pengesahan Pengurus PPP hasil Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy pada Januari silam.
Menkumham lantas mengesahkan kembali pengurus PPP hasil Muktamar Bandung tahun 2011 dengan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum Partai dan Romahhurmuziy sebagai Sekretaris Jendral selama enam bulan.
Menurutnya, gugatan ini yang pertama dilakukan pertama kali terhadap Presiden Jokowi, dimana tuntutan ganti ruginya sebesar Rp 1 triliun.
Humphrey mengatakan, Presiden Jokowi, Menkopolhulkam dan Menkumham memiliki hubungan yang tidak terpisahkan dalam rangka menjalankan pemerintahan.
Karena itu, segala tindakan Menkumham dalam menjalankan pemerintahan khususnya dalam bidang hukum tidak lepas dari andil, pengawasan dan tanggungjawab Presiden Jokowi sebagai pimpinan.
"Perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Sehingga dituntut kerugian materil dan kerugian immateril," kata Humphrey.