Hary Tanoesoedibjo Penuhi Panggilan Kejaksaan Agung
Hary Tanoesoedibjo datang mengenakan kemeja putih berlogo MNC Group
Penulis: Valdy Arief
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komisaris PT. Mobile 8 Telecom, Hary Tanoesoedibjo, akhirnya mendatangi Gedung Bundar Kejaksaan Agung.
Kehadiran Ketua Umum Partai Perindo itu pada sekitar 15.10 WIB dengan mobil Range Rover bernomor polisi B 1 WHT untuk diperiksa sebagai saksi terkait dugaan korupsi restitusi pajak PT. Mobile 8 Telecom pada 2007-2009.
Hary Tanoesoedibjo datang mengenakan kemeja putih berlogo MNC Group dan bertuliskan namanya di dada kanan.
Ketika hendak masuk ke Gedung Bundar, Bos MNC Group itu sempat menyatakan dirinya tidak terlibat dalam urusan restitusi pajak.
"Saya komisaris jadi urusan pajak, saya tidak tahu," kata Hary di depan Gedung Bundar Kejaksaan, Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Dia menegaskan, urusan pajak pada unit usahanya adalah urusan operasional. Sedangkan, jabatannya tidak mengurusi bagian operasional.
Sebelumnya, Hary Tanoesoedibjo telah dipanggil Kejaksaan Agung pada Kamis (10/3/2016) silam.
Namun, tidak hadir dengan dalih tengah berada di luar kota.
Keterlibatan Hary Tanoesoedibjo dalam kasus ini, membuat ketegangan antara Ketua Umum Perindo itu dengan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo serta anak buahnya, Kasubdit Penyidikan Tipikor Jampidsus, Yulianto.
Keduanya saling lapor ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Yulianto menuding Bos MNC Group itu menggunakan medianya untuk membuat citranya buruk.
Sedangkan Hary Tanoe yang yakin tidak terlibat dugaan korupsi PT Mobile 8, menyebut Yulianto mencemarkan namanya melalui pelaporannya dan keterangannya.
Kasus dugaan korupsi PT Mobile 8 bermula saat Kejaksaan Agung menemukan transaksi fiktif yang dilakukan dengan PT Jaya Nusantara pada rentang 2007-2009.
Transaksi sebesar Rp 80 miliar ini menjadi dasar permohonan restritusi (ganti rugi) pajak yang diajukan perusahaan jaringan selular itu.
Menurut Ketua Tim Penyidik dugaan korupsi PT. Mobile 8, Ali Nurudin, PT. Jaya Nusantara sebenarnya tidak mampu untuk membeli barang dan jasa telekomunikasi milik PT. Mobile 8. Transaksi pun direkayasa, seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya.
Permohonan restitusi tersebut dikabulkan Kantor Pelayanan Pajak dan masuk ke bursa pada 2009. Meski bukti transaksi yang menjadi persyaratan palsu.