Kursi Ketua DPD Digoyang, Sidang DPD Ricuh, Berikut Kronologinya
Di sejumlah negara pimpinan DPD bahkan rata-rata hanya menjabat selama 1 tahun.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat paripurna Dewan Perwakilan Daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/2/2016) berlangsung ricuh.
Mayoritas anggota meminta Ketua DPD Irman Gusman dan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad selaku pimpinan rapat menandatangani tata tertib yang intinya memperpendek jabatan pimpinan DPD dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun.
Namun, Irman dan Farouk menolak menandatangani tata tertib yang sudah disepakati dalam rapat paripurna luar biasa DPD pada 15 Januari 2016 lalu.
Awal mula munculnya usulan untuk mempersingkat masa jabatan pimpinan DPD ini terjadi ketika panitia khusus (pansus) tata tertib dibentuk sekitar delapan bulan lalu.
Rapat paripurna DPD saat itu menyetujui pembentukan pansus untuk merevisi tata tertib sehingga kinerja DPD menjadi lebih baik.
"Karena banyak yang beranggapan DPD selama ini tidak ada output-nya," kata Ketua Pansus Tatib DPD Asri Anas saat dihubungi, Kamis malam.
Pansus pun terus bekerja merumuskan tata tertib baru yang lebih baik. Salah satu yang diatur adalah mempersingkat masa jabatan seluruh alat kelengkapan termasuk pimpinan DPD menjadi hanya 2,5 tahun.
Pansus sepakat, masa jabatan yang dipersingkat membuat kontrol terhadap kinerja pimpinan alat kelengkapan dan pimpinan DPD menjadi lebih baik.
Di sejumlah negara, lanjut Asri, pimpinan DPD bahkan rata-rata hanya menjabat selama 1 tahun.
"Nanti setiap akhir masa jabatan akan ada laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh setiap pimpinan alat kelengkapan dan pimpinan DPD," ucap Asri.
Akhirnya, pansus pun merampungkan tata tertib dan membawanya ke paripurna pada 16 Januari 2015. Terjadi perdebatan di bagian tatib yang mempersingkat masa jabatan pimpinan DPD hingga akhirnya diambil voting.
Dari 63 anggota DPD yang hadir, 44 orang setuju masa jabatan pimpinan DPD dipangkas. Hanya 17 anggota yang mendukung masa kerja pimpinan DPD tetap lima tahun. Sementara dua anggota memilih abstain.
"Rapat paripurna itu Pak Irman Gusman juga yang memimpin kok," ucap Asri.
Kini Asri pun heran kenapa Irman dan Farouk bersikukuh tidak mau menandatangani tatib yang telah disepakati bersama itu.
Padahal, kata dia, tanpa tandatangan pimpinan pun tatib tetap berlaku karena merupakan putusan paripurna.
"Tapi kami ingin lihat etika pimpinan sehingga meminta tatib itu ditandatangani," ujarnya.
Asri bersama 44 anggota lainnya yang sudah menyetujui masa jabatan pimpinan DPD dipangkas berencana melayangkan mosi tidak percaya terhadap Irman.
Asri tetap berharap agar Irman, bersama dua wakilnya Farouk Muhammad dan GKR Hemas mau berbesar hati menandatangani tatib tersebut.
Dia membantah bahwa tatib itu sengaja ditujukan untuk menggoyang kursi ketiga pimpinan DPD saat ini.
Penulis: Ihsanuddin