Jaksa Agung Heran Hary Tanoe Banyak Jawab Tidak Tahu Ketika Diperiksa
Jaksa Agung mengaku heran atas pernyataan Hary Tanoesoedibjo
Penulis: Valdy Arief
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengaku heran atas pernyataan mantan Komisaris PT. Mobile 8 Telecom, Hary Tanoesoedibjo yang lebih banyak menjawab tidak tahu saat diperiksa.
Prasetyo menyatakan dari laporan tim penyidik berdasarkan hasil pemeriksaan beberapa saksi, Ketua Umum Partai Perindo itu merupakan komisaris sekaligus pemilik perusahaan telekomunikasi itu.
"Dari bukti-bukti yang ada. Saksi-saksi yang diperiksa semuanya ada di situ (komisaris)," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (18/3/2016).
Terkait arah penyidikan kasus dugaan korupsi restitusi pajak pada PT. Mobile 8 Telecom tahun 2007-2009, Jaksa Agung menyerahkan pada jaksa penyidikan.
"Tentu penyidik yang tahu kelanjutannya," katanya.
Sebelumnya, Hary Tanoesoedibjo telah memenuhi panggilan Kejaksaan Agung pada Kamis (17/3/2016).
Namun, Bos MNC Group mengaku lebih banyak tidak tahu mengenai pertanyaan yang ditanyakan.
Keterlibatan Hary Tanoesoedibjo dalam kasus ini, membuat ketegangan antara Ketua Umum Perindo itu dengan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo serta anak buahnya, Kasubdit Penyidikan Tipikor Jampidsus, Yulianto.
Keduanya saling lapor ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Yulianto menuding Bos MNC Group itu menggunakan medianya untuk membuat citranya buruk dan mengirimkan pesan singkat bernada ancaman.
Sedangkan Hary Tanoe yang yakin tidak terlibat dugaan korupsi PT Mobile 8, menyebut Yulianto mencemarkan namanya melalui pelaporannya dan keterangannya.
Kasus dugaan korupsi PT Mobile 8 bermula saat Kejaksaan Agung menemukan transaksi fiktif yang dilakukan dengan PT Jaya Nusantara pada rentang 2007-2009.
Transaksi sebesar Rp 80 miliar ini menjadi dasar permohonan restritusi (ganti rugi) pajak yang diajukan perusahaan jaringan selular itu.
Menurut Ketua Tim Penyidik dugaan korupsi PT. Mobile 8, Ali Nurudin, PT. Jaya Nusantara sebenarnya tidak mampu untuk membeli barang dan jasa telekomunikasi milik PT. Mobile 8. Transaksi pun direkayasa, seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya.
Permohonan restitusi tersebut dikabulkan Kantor Pelayanan Pajak dan masuk ke bursa pada 2009. Meski bukti transaksi yang menjadi persyaratan palsu.