Cabut Gugatan Rp 1 Triliun, Ini Syarat yang Diajukan PPP Kubu Djan Faridz
pemerintah harus mengesahkan kepengurusan PPP hasil muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz sebagai ketua umum.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua tim kuasa hukum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz, Humphrey Djemat mengatakan, gugatan perdata Rp 1 triliun yang dilayangkan pihaknya kepada pemerintah, bisa dicabut namun dengan satu syarat.
Menurutnya, pemerintah harus mengesahkan kepengurusan PPP hasil muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz sebagai ketua umum.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini, pihaknya akan diminta hakim untuk mengajukan perdamaian.
"Dengan satu kondisi, pemerintah berikan pengesahan untuk pengurusan hasil Muktamar Jakarta sesuai putusan Mahkamah Agung," kata Humphrey di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (29/3/2016).
Apabila proses mediasi tidak menemui titik terang, proses gugatan akan terus berjalan. Alasannya, keputusan pemerintah tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.
"Kalau tidak diindahkan (disahkan atau dikabulkan), ini akan jalan terus (gugatan)," katanya.
Diketahui, pada Oktober lalu Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menyatakan sah Surat Keputusan Menkumham soal pengesahan PPP kubu Romahurmuziy.
Keputusan MA tersebut membuat Menkumham Yasonna Laoly mencabut Surat Keputusan pengesahan Pengurus PPP hasil Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy pada Januari silam.
Menkumham lantas mengesahkan kembali pengurus PPP hasil Muktamar Bandung tahun 2011 dengan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum Partai dan Romahhurmuziy sebagai Sekretaris Jenderal selama enam bulan.
Menurutnya, gugatan ini yang pertama dilakukan pertama kali terhadap Presiden Jokowi, dimana tuntutan ganti ruginya sebesar Rp 1 triliun.
Humphrey mengatakan, Presiden Jokowi, Menkopolhulkam dan Menkumham memiliki hubungan yang tidak terpisahkan dalam rangka menjalankan pemerintahan.
Oleh karena itu, segala tindakan Menkumham dalam menjalankan pemerintahan khususnya dalam bidang hukum tidak lepas dari andil, pengawasan dan tanggungjawab Presiden Jokowi sebagai pimpinan.
"Perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Sehingga dituntut kerugian materil dan kerugian immateril," kata Humphrey.
Dia menjelaskan, kerugian materil berupa tidak dapat diterimanya dana bantuan partai politik tahun 2016 senilai sekitar Rp 7 miliar dan kerugian immaterilnya senilai Rp 1 triliun.
"Sementara itu kerugian immateril akibat hilangnya kepastian hukum dan hak politik, ketidakpercayaan kader PPP terhadap Muktamar Jakarta yang berdampak pada nama baik serta keresahan yang terus timbul di dalam tubuh organisasi PPP," tambahnya.
Dalam tuntutannya PPP meminta Menkumham Yasonna Laoly untuk membatalkan pengesahan Muktamar Bandung dan menghu mengesahkan kepengurusan Muktamar Jakarta.