Tim Begadang Berbulan-bulan Investigasi Panama Papers Indonesia
Sejak Mei 2015, tim kecil Majalah Tempo terlibat investigasi 800-an nama warga Indonesia yang termuat dalam dokumen 'Panama Papers'.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak Mei 2015, tim kecil Majalah Tempo terlibat investigasi 800-an nama warga Indonesia yang termuat dalam dokumen transaksi keuangan hampir 3 ribuan nama miliarder dan orang terkenal di luar negeri atau dinamai 'Panama Papers'.
Data awal yang ditelusuri tim Tempo berasal dari ICIJ (International Consortium of Investigative Journalists), yang lebih dulu diperoleh surat kabar Jerman, Suddeutche Zeitung.
Tim Tempo tersebut bekerja mulai melakukan riset hingga mengawinkan database yang dimiliki. Dalam mengolah data dari dokumen 'Panama Papers' tersebut, tim bekerja siang dan malam.
"Bukannya bisa begadang lagi. Tapi, memang sudah terjadi mereka pada sering begadang sampai berbulan-bulan. Cuma libur weekend saja," kata Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Ari Zulkifli, Jakarta, Rabu (6/4/2016).
Menurut Ari, mulanya Tempo diminta bergabung oleh Deputi Direktur ICIJ Marina Walker Guevara pada April 2015 melalui surat elektronik.
Rekam jejak Tempo sebagai media di Indonesia yang konsisten menulis laporan investigasi dianggap menarik perhatian konsorsium jurnalis yang berkantor di Washington, DC, Amerika Serikat, itu.
Selain itu, pendiri Tempo, Goenawan Mohamad, telah lama menjadi anggota ICIJ.
"Sejak awal sudah dikasih tahu oleh pihak ICIJ, termasuk sejarah mendapatkan dokumennya, siapa yang awal mendapatkan ini, Zeutung dan seterusnya," terangnya.
Panama Papers ini merupakan proyek global kesekian dari ICIJ.
Pada 2013, konsorsium ini merilis data bocoran perusahaan offshore serupa, tapi dari sumber berbeda, yakni data hasil investigasi ICIJ pada tiga tahun lalu yang berjudul Offshore Leaks.
Mossack Fonseca, firma hukum di Panama yang menawarkan jasa ke klien untuk membuatkan perusahaan di yuridiksi bebas pajak dan menyamarkan kepemilikan perusahaan cangkang (offshore) untuk menghindari pelacakan.
Setelah bergabung ke ICIJ, Tempo membentuk tim kecil terdiri empat wartawan senior untuk mendalami 11,5 juta data atau sebesar 2,6 terabita dalam dokumen firma hukum Mossack Fonseca yang bocor ini.
"Mereka mulai kerja sejak Mei 2015 di tengah tugas mereka mengurusi tugas redaksi," terang Ari.
Tim tersebut memverifikasi setiap informasi dengan sumber data lain ataupun narasumber di lapangan.
Tim programmer ICIJ menciptakan mesin pencari online atau search engine yang membuat penyisiran dokumen menjadi lebih mudah.
Setelah resmi menjadi partner, tim tersebut bekerja dalam sebuah sistem komputer rumit untuk saluran komunikasi dan transfer data yang dibuatkan oleh ICIJ.
Sebab, tidak semua data dapat dikirimkan dengan surat elektronik dan untuk menjaga kerahasiaan investigasi.
"Dibuatkan sebuah sistem yang rumit teknis. Yaitu, sebuah saluran komunikasi rahasia yang dibangun dengan enkripsi berlapis sehingga tidak semua orang bisa mengakses. Jadi, hanya memasukkan password saja tidak bisa, tapi harus diverifikasi dengan nomor (sandi) tertentu melalui handphone kita. Ada nomor tertentu yang dikirimkan untuk verifikasi di handphone. Jadi, dibuat agak rumit," paparnya.
"Lewat saluran komunikasi itu kami bisa chat, mengirim data, dokumen bentuk PDF, video, film dan sebagainya," sambungnya.
Menurutnya, pihaknya 'bolak-balik' memverifikasi data dalam setahun melalui saluran komunikasi tersebut sehingga memperoleh kevalidan data orang tertentu. Itu dikarenakan data dalam Panama Papers terbilang variatif.
"Dokumen Panama papers itu bentuknya bermacam-macam, tapi umumnya dalam bentuk email. Anda tahu sendiri, bahasa di email terkadang hanya diketahui oleh si pengirim dan si penerima. Semula ditelusuri siapa pengirim emailnya dari IP adress-nya. Misalnya email dari Indonesia. Jadi, itu kami cek satu per satu berdasarkan negara masing-masing," ujarnya.
Menurutnya, Tempo mendapatkan 800-an nama warga Indonesia yang menjadi klien Mossack Fonseca setelah memverifikasi 11,2 juta data dari ICIJ. Proses verifikasi dilakukan secara bertahap.
"Itu bertahap, sedikit demi sedikit. Karena isi data dokumen tidak mudah, semisal isi email si akun dari Fonseka itu berisi, 'Saya sudah kirim duit Rp 2 miliar'. Lalu dibalas dari sana (Mossack Fonseca), 'Ok, sudah kami terima'. Lalu dibalas lagi sama si klien, 'Tolong tanggal pengirimannya dimundurkan', mungkin untuk hindarkan sesuatu. Lalu, dimunculkan bukti transfernya. Bukti transfernya itu pakai PDF. Tapi, siapakah orang ini (klien Fonseka)? Nah, lalu dilihat IP adress-nya. Ternyata dari Indonesia. Lalu, ICIJ tidak tahu sehingga dikirim ke teman-teman anggota di Indonesia. Lalu, kami bantu cek. Jadi, bertahap," paparnya.
"Sebagian besar mereka adalah pengusaha, bidangnya macam-macam. Sebab, seorang pengusaha bisa punya usaha beberapa bidang. Misal pengusaha A bukan pengusaha tambang saja, dia juga punya bisnis restauran. Jadi, sumir kalau dikategorikan bidangnya," ujarnya.
Setelah verifikasi tersebut, tim Tempo melakukan investigasi dengan beberapa cara dan tahapan, di antaranya riset.
"Kami pakai research (riset), mulai cari data sekunder di internet, tanya ke orang-orang terkait, hubungi orang lembaga-lembaga yang dianggap tahu dan bisa menjelaskan, lalu kami kawinkan ke data di database kami, lalu kami serahkan ke ICIJ," ujarnya.
Adapun konfirmasi kebenaran isi dokumen ke nama-nama yang ada dalam daftar 800-an nama tersebut dilakukan menjelang media massa yang menjadi partner ICIJ melansir data Panama Papers pada 4 April 2016.
Hal itu dilakukan demi menjaga kerahasian kerja tim investigasi.
"Untuk tim tidak konfirmasi isi dokumen ke pihak nama-nama itu. Mereka kerja tertutup dulu. Setelah tanggal 4 diresmikan dan disebarkan seluruh dunia. Jadi, tanggal 4 itu kesepakatan antara ICIJ dan seluruh parnertnya untuk memberitakan adanya dokumen Panama, sehingga heboh lah di Rusia, British Virgin Island. Jadi, wartawan-wartawan di sana juga bekerja menelusuri seperti kami," ujarnya.
"Untuk Sandiaga Uno kebetulan kami sudah konfirmasi sebelum tanggal 4, seminggu sebelumnya, waktu Sandiaga Uno ada pertemuan ke tempat kami. Secara berangsur, kami konfirmasi ke yang lainnya," sambungnya.
Yang menarik, lanjut Ari, ada sejumlah nama orang tidak terkenal dari 800-an nama warga Indonesia yang menjadi klien Mossack Fonseca.
"Ada beberapa nama orang Indonesia yang tidak terkenal, nggak pernah muncul, nggak ada di google. Tapi, nama-nama orang kami kawinkan dengan database kami, sehingga mengerucut pada satu orang ternama tertentu. Oh ternyata ada nama orang ini. Oh sepertinya dia temannya si pengusaha ini. Lalu, dicek lagi nama orang Indonesia yang tidak terkenal lainnya, oh ternyata ada kaitannya dengan nama yang terkenal. Jadi, kami dapat nama empat orang tidak terkenal ternyata merujuk/mengerucut pada satu nama terkenal yang lain," paparnya.
"Nah, itu kami sedang telusuri, kami ada kecurigaan bahwa mereka itu fronting, bahwa mereka hanya menjalankan bisnis orang tertentu," sambungnya. (coz)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.