18 Prajurit Filipina Tewas Bukan dalam Rangka Pembebasan Sandera WNI
Retno mengatakan posisi 10 ABK WNI tersebut tidak berada di Basilan
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memastikan tidak ada korban, terutama 10 ABK WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf dalam pertempuran 9 jam di Pulau Basilan, Filipina, pada Sabtu, 9 April 2016 kemarin.
Bahkan, Retno mengatakan posisi 10 ABK WNI tersebut tidak berada di Basilan ketika pasukan Filipina menyerang kawasan tersebut.
"Dari informasi yang kami peroleh sejauh ini dengan berbagai pihak, termasuk informasi terakhir dengan otoritas di Filipina, 10 WNI tidak berada di wilayah Basilan," ujar Retno saat menggelar Press Briefing di Kemenlu, Jakarta, Senin (11/4/2016).
Terkait upaya pembebasan, Retno mengatakan pihaknya masih terus berkomunikasi dari waktu ke waktu dengan Pemerintah Filipina. Koordinasi lintas lembaga pun terus dilakukan.
"Intensifikasi komunikasi dengan otoritas Filipina terus kami lakukan. Koordinasi diantara pihak terkait di Indonesia juga dilakukan terus," ucap Retno.
Diketahui, gugurnya 18 Prajurit Filipina tersebut dalam rangka operasi penangkapan Komandan Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon.
Hal itu Berdasarkan keterangan beberapa pejabat militer yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Isnilon secara terbuka telah menyatakan tergabung dalam kelompok teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).
Dia diburu selama bertahun-tahun karena diduga terlibat dalam beberapa aksi terorisme.
Namun, operasi tersebut gagal menangkap atau membunuh Isnilon. Hanya putera Isnilon yang tewas dalam pertempuran itu.
Diketahui, di kubu pemberontak, lima orang tewas, termasuk seorang ekstremis asal Maroko.
Ekstremis itu bernama Mohammad Khattab. Selain itu, sekitar 20 orang pemberontak lainnya terluka.
Sementara itu, selain 18 prajurit yang tewas, ada 53 tentara yang terluka.
Informasi ini diungkapkan juru bicara militer Filemon Tan, Minggu (10/4/2016), seperti dikutip Kantor Berita AP.