Jangan Tembak Anak-anak dan Istri Santoso
Tim Gabungan Tinombala yang terdiri dari TNI dan Polri diminta berhati-hati saat melakukan operasi penangkapan Santoso.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Gabungan Tinombala yang terdiri dari TNI dan Polri diminta berhati-hati saat melakukan operasi penangkapan Santoso.
Sebab, selain Santoso seorang yang menjadi pimpinan ada pula anak-anak kecil dan perempuan yang kini dikabarkan berada di dalam hutan.
"Tolong hati-hati juga jangan sampai anak-anak tak berdosa itu terkena (termbakan)," ujar Kasubdit Kewaspadaan BNPT, Andi Intang Dulung.
Intang meyakini kelompok Santoso membawa anak-anak dan perempuan selama pelariannya, berdasarkan sejumlah foto yang dirilis tim Operasi Tinombala. Beredar kabar mereka ada anak-anak dan istri ketiga Santoso.
"Itu yang disayangkan. Kasihan itu. Anak kecil yang tidak tahu persoalan dilibatkan, perempuan pun dibawa ke situ dengan kondisi seperti itu," ujar Intang.
Intang mengherankan kelompok bersenjata melibatkan keluarga yang tidak tahu masalah dan persoalan. Ia meminta kepada kelompok teroris tersebut menyerahkan diri.
"Kami sudah dengar Santoso terjepit, lalu kondisi logistik juga sudah berkurang. Sekarang TNI dan Polri itu berusaha untuk penangkapannya," ujar Intang.
Poso Basis Aman Teroris
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian menuturkan wilayah Poso, Sulawesi Tengah akan dijadikan Qoidah Aminah oleh kelompok terorisme.
Qoidah Aminah merupakan daerah aman bagi kelompok mereka. Untuk itu, Tito membuat program khusus untuk menetralisir radikalisasi di Poso dan Bima, Nusa Tenggara Barat.
"Qoidah Aminah adalah tempat yang menjadi safe base daerah aman dan kemudian tempat itu bisa jadi cikal bakal untuk pembentukan Daulah versi mereka sendiri," kata Tito.
Alasan kelompok teroris menjadikan Poso sebagai Qoidah Aminah, kata Tito, disebabkan sebagian masyarakat sekitar mendukung.
Sedangkan hal yang mendasari dukungan dari sebagian masyarakat karena masih ada benih dendam pasca konflik Poso.
"Yang kedua medannya ideal untuk perang gerilya, Poso adalah tempat yang ideal karena gunung-gunungnya saya kira nomor dua terlebat setelah Papua," tuturnya.
Jenderal Bintang Tiga juga mengungkapkan Bima, NTB menjadi tempat kelompok radikal.
"Karena Bima ini digarap oleh kelompok-kelompok radikal, sehingga perlu dilakukan upaya khusus program khusus untuk menetralisir berkembangnya terorisme dan radikalisme pro kekerasan di Bima," tuturnya.
Santoso Nekat
Tito juga menyebut sosok Santoso yang kini berada di Poso sebagai figur yang nekat dan pemberani.
Sifat yang dimiliki Santoso itulah yang kemudian beberapa kalangan yang melakukan perlawanan kepada pemerintah memilih bergabung dengan kelompok Santoso.
"Santoso pernah kami tangkap tahun 2005 dalam kasus perampokan. Dalam penilaian kami, dia bukan ideolog tapi dia sosok yang pemberani dan nekat," kata Tito.
Santoso lanjut Tito juga tidak pernah mengatur pergerakan kelompok radikal ke Poso, Sulawesi Tengah. Namun Santoso perlu ditangkap karena dia menjadi simbol perlawanan tersebut.
"Bukan dia (Santoso) yang atur datangnya kelompok-kelompok lain ke situ. Tapi ada jaringan di sekitarnya yang mengatur perjalanan itu sehingga Santoso penting ditangkap karena simbol perlawanan itu," kata mantan Kepala Polda Metro Jaya itu.
Makin Lemah
Kelompok Santoso menurut Tito juga kini kondisinya semakin melemah. Santoso kini hanya diikuti oleh 28 orang dan terkepung di salah satu hutan lebat di Pegunungan Biru, Poso, Sulawesi Tengah.
Tim Satuan Tugas Tinombala gabungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI tengah memutus pergerakan dan jalur komunikasi antara kelompok Santoso dengan para simpatisannya.
Tak hanya terdesak, kelompok Santoso saat ini juga tak banyak menuai simpati dari warga Poso. Simpatisannya hanya berjumlah puluhan orang.
"Saya enggak bisa sebut angkanya, tapi saya kira puluhan," kata Tito.
Para simpatisan itu umumnya adalah mereka yang pernah menganggap Santoso sebagai 'pahlawan' saat terjadi konflik di Poso pada 2005.
"Karena dulunya di daerah konflik dan salah satu pahlawan konflik. Otomatis yang dukung dia, simpatisan-simpatisan dia (Santoso) ada," kata Tito.
BNPT, kata Tito, akan melakukan pendekatan dengan warga di Poso yang diduga menjadi simpatisan kelompok Santoso. Pendekatan akan dilakukan melalui pemangku kepentingan di Poso dan pemerintah pusat serta pemerintah daerah.
"Konflik sudah selesai, mari kita bangun. Pendekatan melalui stakeholders terkait, pemerintah pusat dan daerah bagaimana mempercepat pembangunan di sana. Agar masyarakat trauma ini bekerja dan melupakan konflik yang lalu," kata Tito.
Segera Ditangkap
Pangdam VII Wirabuana Mayjen TNI Agus Surya Bakti berpesan kepada Danrem 132 Tadulako, Kolonel Inf Muhammad Saleh Mustafa agar bisa segera mengakhiri sepak terjang kelompok Santoso di Poso, Sulawesi Tengah.
Hal itu disampaikan Agus usai acara serah terima jabatan Danrem 132 Tadulako, di Ruang Kehormatan Wirabuana, Jln Urip Sumiharjo Makassar.
Agus mengatakan dengan menjabatnya Muhammad Saleh, maka secara otomatis dia menjadi wakil komando operasi Tinombala yang saat ini sedang dilakukan di Poso.
"Dengan menjabatnya sebagai Danrem, maka ia juga sekarang menjadi wakil komando operasi penangkapan Santoso yang dipimpin Kapolda Sulawesi Tengah, tugasnya jelas, tangkap Santoso," tegas Agus.
Ia juga meminta kepada Korem Tadulako agar lebih aktif melakukan pembinaan teritorial di wilayah Sulawesi Tengah.
"Santoso sulit ditangkap salah satu alasannya karena dibantu dan dilindungi oleh masyarakat. Untuk itu saya minta mereka rutin melakukan pembinaan teritorial kepada masyarakat agar Santoso tidak semakin leluasa," kata suami Bella Saphira ini.
Terkhusus Agus meminta kepada Danrem Tadulako untuk segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mempelajari masalah di wilayahnya.
"Segera menyesuaikan diri, ketahui masalah, bantu Polri dan segera tangkap Santoso, Itu perintah saya," tegas dia.
Kolonel Inf Muhammad Saleh Mustafa sebelumnya menjabat sebagai staf ahli Kopasus.
Ia menggantikan Danrem 132 Tadulako sebelumnya Kolonel Inf Syaiful Anwar yang gugur dalam kecelakaan helikopter di Poso beberapa waktu lalu. (fer/mad/zal/wly/Tribunnews)