Mary Jane Lolos Lagi dari Eksekusi Mati
Terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Veloso kembali lolos dari eksekusi mati.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Veloso kembali lolos dari eksekusi mati.
Jaksa Agung HM Prasetyo menyebut, Mary Jane tidak termasuk dalam daftar eksekusi mati tahap ketiga lantaran masih menunggu proses hukum di Filipina.
"Kita menghormati proses hukum yang berlangsung di Filipina. Selama ini kan ada yang bilang kenapa Jaksa Agung tidak eksekusi? Ya, kita kan ada prosedurnya," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (29/4/2016).
Mary Jane lolos dari eksekusi mati pada gelombang dua lalu. Saat itu, eksekusi ditunda karena Mary Jane menjadi saksi atas penipuan, perekrutan tenaga kerja ilegal, dan perdagangan manusia di Filipina.
Ia ditengarai menjadi kurir usai menjadi korban praktik perdagangan manusia.
Prasetyo menilai, eksekusi mati terhadap Mary Jane dilakukan setelah hak hukum diberikan, dan tidak lagi menyangkut perkara lain.
"Baru kita bisa meningkat ke aspek teknisnya. Yuridisnya selesaikan dulu," katanya seraya menegaskan, kejaksaan tidak ingin mengabaikan hak hukum terpidana mati.
"Kalau ada yang mengatakan dia sedih, prihatin, kita pun lebih dari itu," kata Prasetyo.
Selama pemerintahan Joko Widodo, pemerintah sudah menjalankan eksekusi terpidana mati kasus narkoba dalam dua gelombang.
Enam terpidana mati dieksekusi pada 18 Januari 2015. Pada gelombang kedua, Rabu (29/4/2015), delapan terpidana mati juga dieksekusi.
Freddy Budiman Tak Masuk Daftar
Selain Mary Jane, Prasetyo juga memastikan Freddy Budiman tidak masuk daftar terpidana yang akan dieksekusi mati pada eksekusi gelombang tiga mendatang.
"Sepertinya (Freddy) belum," ujar Prasetyo.
Alasannya, Freddy hingga saat ini masih dalam proses mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
"Memang sih PK tidak bisa mempengaruhi proses. Tapi kalau hukuman mati, ya masa PK enggak ditunggu?" ucap Freddy.
"Nanti kalau kami eksekusi ternyata PK diterima gimana? Enggak bisa kembali lagi," ujar dia.
Prasetyo tidak mau mengungkapkan kapan eksekusi mati gelombang ketiga akan dilaksanakan. Ia menampik rumor bahwa eksekusi akan digelar Mei 2016.
"Siapa bilang Mei? Nanti dulu deh. Nantinya juga kalian tahu," ujar Prasetyo.
Freddy adalah terpidana mati atas perkara penyelundupan 1,4 juta pil ekstasi dari China ke Indonesia. Penyelundupan tersebut dilakukan pada 2012 lalu.
Prasetyo mengemukakan, eksekusi mati bagi terpidana mati kasus narkoba akan tetap dilaksanakan.
"Sesuai tekad pemerintah hukuman mati akan tetap dilaksanakan, hanya tinggal tunggu waktunya," kata Prasetyo.
Prasetyo mengatakan, saat ini Indonesia bukan lagi hanya menjadi negara transit bagi pengedar dan bandar narkoba, tetapi sudah menjadi negara tujuan dan bahkan tempat produksi.
Dia meyakini, hukuman mati akan menimbulkan efek jera bagi pengedar dan bandar narkoba yang nekat berbisnis barang haram itu di Indonesia.
"Hukuman mati bukan sesuatu yang menyenangkan, tapi harus kita laksanakan untuk menyelamatkan bangsa ini," kata dia.
Prasetyo mengatakan, tempat eksekusi mati nantinya akan tetap menggunakan Lapas Nusakambangan, Cilacap. Dia menganggap lapas tersebut adalah tempat yang paling ideal untuk melakukan eksekusi mati.
"Bagi yang sudah ditahan di Nusakambangan prosesnya bisa lebih mudah. Tapi yang di tempat lain perlu dipertimbangkan untuk dibawa ke tempat eksekusi," ucapnya.
Kepala Polda Jawa Tengah Irjen Condro Kirono mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan regu tembak untuk eksekusi mati para terpidana di Nusakambangan, Jawa Tengah. Namun hingga kini, Jaksa Agung HM Prasetyo belum mau terbuka kapan eksekusi tahap III dilakukan.
"Semuanya siap, tergantung berapa yang mau dieksekusi. Biasanya satu orang terpidana mati, satu regu tembak," ujar Condro.
Condro mengaku tidak mengetahui waktu pelaksanaan eksekusi. Meski begitu, koordinasi dengan kepolisian di Jawa Tengah (Jateng) sudah dilakukan beberapa waktu lalu, bahkan sebelum Condro menjabat sebagai Kapolda Jateng.
"Kita siap untuk menunggu perintah dari eksekutor, dalam hal ini kejaksaan untuk eksekusi," kata Condro.
Polda Jateng telah mempersiapkan dokter dari kepolisian, begitu juga dengan pemuka agama, seperti ulama dan pendeta, untuk mendampingi terpidana mati. (tribunnews/kps/val)