Komisi VIII DPR Minta Polisi Kenakan Pidana Maksimal Terhadap 14 Pemerkosa Siswi SMP
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa mendesak kepolisian untuk mengenakan pasal berlapis dan tuntutan pidana maksimal terhadap pelaku pemerkosa
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa mendesak kepolisian untuk mengenakan pasal berlapis dan tuntutan pidana maksimal terhadap pelaku pemerkosaan dan pembunuhan siswi SMP 14 tahun di Reja Lebong, Bengkulu.
Korban berinisial Y itu diperkosa bergiliran 14 remaja sebelum akhirnya dibunuh.
Pasal berlapis yang dapat dikenakan tersebut, menurut Ledia, adalah pasal pemerkosaan, kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap perempuan, pembunuhan, hingga mabuk di area umum.
“Karenanya kita berharap kepada penegak hukum agar mereka diberi tuntutan pidana mati atau pidana seumur hidup bagi pelaku dewasa atau yang berusia di atas 18 tahun dan pidana maksimal bagi pelaku di bawah 18 tahun,” jelas Ledia dalam keterangan tertulis, Selasa (3/5/2016).
Diketahui, sebelum melakukan tindakan pemerkosaan tersebut, para pelaku kejahatan sempat menonton video porno dan mengonsumsi minuman keras (miras), berupa 14 liter tuak.
Atas dasar itu, Ledia meminta pemerintah tidak hanya memandang dari sisi kekerasan, pemerkosaan, dan pembunuhan semata, tapi juga adanya persoalan pornografi dan miras secara lebih komprehensif.
“Maka penanganannya, selain dari upaya perlindungan perempuan dan anak di masa depan, juga mengatasi persoalan miras dan video porno di tengah masyarakat,” kata Politikus PKS itu.
Karena itu, Ledia meminta pemerintah pusat dan daerah untuk secara aktif dan berlanjut menggerakkan program pemberantasan peredaran film porno dan miras.
Sebab, peredaran video porno dan miras merupakan bibit kejahatan yang lebih besar.
“Jangan hanya terdorong penanganan pada setiap kali ada kejadian buruk. Jangan beri kesempatan hadir kejahatan berikutnya karena kita tak mampu mengendalikan persoalan miras dan film porno ini,” tegasnya.
Sedangkan di tingkat masyarakat, pembentukan semacam satuan tugas (satgas) di tingkat RT/RW dapat diupayakan dalam rangka mencegah tindak kejahatan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Hal itu sebagaimana amanat Undang Undang Perlindungan Anak (UU PA) dan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang mewajibkan peran aktif masyarakat mulai dari yang paling dekat, mudah, dan mampu dilakukan.
“Para orangtua dan guru, misalnya perlu membentuk jaringan. Begitu pula warga di level RT dan RW. Sehingga bisa cepat berkoordinasi, menginformasikan, melaporkan atau mencegah terjadinya kejahatan di lingkungan," katanya.