Mantan Gubernur Aceh: Kinerja Bupati Bener Meriah Bagus Walau Tersangkut Korupsi
Gubernur Aceh 2007-2012, Irwandi Yusuf, dicecar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Aceh 2007-2012, Irwandi Yusuf, dicecar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait hubungannya dengan Bupati Bener Meriah Provinsi Aceh, Ruslan Abdul Gani.
Pasalnya, Ruslan terpilih menjadi kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang berkat campur tangan Yusuf.
Kepada penyidik, Yusuf mengaku mengenal Ruslan dan dianggap orang yang berprestasi.
"Aku kenal sejak lama. Kenapa angkat dia sebagai kepala BKPS karena dia aku anggap dia orang mampu," kata Yusuf di KPK, Jakarta, Rabu (10/5/2016).
Yusuf sendiri mengaku tidak tahu mengenai kasus korupsi yang menyeret Ruslan.
"Enggak tahu," singkat Yusuf.
Berdasarkan penelusuran Tribun, Yusuf disebut-sebut berperan dalam menentukan serta mengarahkan para pihak di Badan Pengusahaan Kawasan Sabang untuk permintaan fee atas pelaksanaan kegiatan dan proyek yang dilaksanakan di BPKS sejak tahun 2008-2012.
Apalagi, saat itu, Ruslan menjabat sebagai kepala BKPS. Dia diduga berperan menunjuk Ruslan Abdul Gani menjabat sebagai kepala BKPS menggantikan Saiful Ahmad.
Sekedar informasi, Ruslan ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang periode 2010 – 2011.
Ruslan diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam pelaksanaan proyek pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dia duga menunjuk langsung Nindya Sejati Joint Operation (kerja sama operasi antara PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati) sebagai pelaksana pembangunan dermaga bongkar sabang tahun 2011 dengan nilai kontrak sekitar 259 miliar rupiah.
Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian sekurangnya Rp 116 miliar.
Atas perbuatannya, Ruslan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.