Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tak Ada Payung Hukum, KPK Pertanyakan Dasar Barter Dana Kontribusi Dalam Proyek Reklamasi

Kalau tidak ada peraturannya ada tanda tanya besar dong. Peraturannya mestinya disiapkan dulu,"

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Tak Ada Payung Hukum, KPK Pertanyakan Dasar Barter Dana Kontribusi Dalam Proyek Reklamasi
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dugaan barter kontribusi tambahan dari perusahaan pengembang reklamasi dengan izin pelaksanaan menjadi satu poin yang didalami KPK terkait penyidikan kasus suap rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi pulau di Pantai Utara Jakarta.

Sebab, belum ada payung hukum mengenai kontribusi tambahan hingga dibolehkannya barter tersebut.

Demikian disampaikan Ketua KPK, Agus Rahardjo usai memimpin Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional di pelataran Gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/5/2016).

"Kalau tidak ada peraturannya ada tanda tanya besar dong. Peraturannya mestinya disiapkan dulu," kata Agus.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta mengusulkan kontribusi tambahan itu masuk dalam dua draf Raperda terkait Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Namun, DPRD DKI memutuskan untuk menunda pembahasan Raperda tersebut seiring dengan terbongkarnya kasus dugaan suap kepada mantan Ketua Komisi D DPRD, M Sanusi dari Presdir PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.

Berita Rekomendasi

Menurut Agus, seharusnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) selau gubernur bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika kontribusi tambahan belum diatur dalam peraturan formal yang dibuat pemerintah pusat, maka seharusnya Pemprov DKI maupun Ahok menerbitkan Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur.

"Jangan kemudian kita kalau sebagai birokrat bertindak sesuatu tanpa ada acuan peraturan perundang-undangannya. Itu kan tidak boleh," katanya.

Sebelumnya, Ahok menyebut barter kontribusi tambahan yang disebutnya sebagai 'perjanjian preman' dibuat berdasar kewenangan diskresi yang dimilikinya sebagai Gubernur DKI sesuai UU Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Diskresi merupakan keputusan atau tindakan yang dilakukan pejabat pemerintahan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan dan mengisi kekosongan hukum.

Agus menegaskan. Kepala daerah atau pemerintah daerah tidak bisa serta-merta menggunakan diskresi tersebut, melainkan juga harus mengacu pada 'rambu-rambu'.

Agus menambahkan, sejauh ini pihaknya telah banyak mengumpulkan data-data terkait kasus suap dua raperda reklamasi pantai utara Jakarta, maupun poin barter tersebut.

"Saya hari ini baru terima dari anak-anak (penyidik). Nanti saya update. Nanti siang baru (saya) terima (data) dari anak-anak," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas