Jadi Justice Collabolator Abdul Khoir Berharap Bebas
Dirinya berharap bebas dari hukuman karena sudah menjadi justice collaborator.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
![Jadi Justice Collabolator Abdul Khoir Berharap Bebas](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sidang-tuntutan-abdul-khoir_20160523_173111.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Permohonan Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir menjadi justice collabolator, atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dikabulkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terdakwa kasus dugaan suap pemulusan APBN tahun 2016 di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk proyek jalan di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara
yang menyuap anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti Cs serta Kepala BPJN IX Maluku Amran Mustari itu tidak terima dituntut Jaksa Penuntut Umum pada KPK 2,5 tahun penjara.
Dirinya berharap bebas dari hukuman karena sudah menjadi justice collaborator.
"Harapannya saya bisa dibebaskan," ujar Khoir usai sidang mendengarkan pembacaan tuntutan oleh Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (23/5/2016).
Seperti diketahui, KPK mengabulkan permohonan Khoir menjadi JC. Jaksa menilai salah satu pertimbangan yang meringankan terdakwa yaitu, disetujuinya permohonan terdakwa untuk menjadi JC.
"Terdakwa menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan. Terdakwa juga sebagai justice collabolator yang telah disetujui pimpinan KPK pada 16 Mei 2016," ujar Jaksa Kristanti Yuni Purnawanti di Pengadilan Tipikor.
Jaksa juga menilai Abdul Khoir bersedia memberikan keterangan dengan jujur dan tidak berbelit-belit.
Keterangannya juga sesuai dengan fakta dan membantu membongkar keterlibatan pelaku lain.
Selain dituntut 2 tahun 6 bulan, jaksa juga menuntut Khoir untuk membayar denda sebesar Rp 200 juta. Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, maka harus diganti dengan pidana kurungan selama lima bulan.
JPU menilai Khoir terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Sejumlah pertimbangan jaksa diantaranya yang memberatkan adalah dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, menghambat jalannya pembangunan di Maluku dan Maluku Utara, serta merusak check and ballance antara eksekutif dan legislatif.
"Sementara yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya, memiliki tanggungan keluarga, dan ditetapkan sebagai justice collaborator," kata Jaksa Kristanti.
Khoir dianggap terbukti menyuap Damayanti sebesar SGD 328 ribu dan USD 72.727; untuk Budi Supriyanto sebesar sebesar SGD 404.000; untuk Andi Taufan Tiro sebesar Rp 2,2 miliar dan SGD 462 ribu; dan menyuap Musa Zainuddin sebesar Rp 4,8 miliar dan 328 ribu.
Khoir juga dinilai terbukti menyuap Amran HI Mustary sebesar Rp 16,5 miliar dan satu iPhone 6 seharga Rp 11,5 juta.
Suap itu diberikan agar Amran dan anggota komisi V DPR tersebut mengupayakan program aspirasi DPR ke dalam proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Serta, mengupayakan PT WTU sebagai pelaksana proyek tersebut.
Sidang akan kembali dilanjutkan dengan pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari pihak terdakwa pada 30 Mei 2016.