Dua Hakim Tipikor Itu Langsung Jadi Tahanan KPK
Kelimanya pun ditetapkan sebagai tersangka setelah pemeriksaan 1 x 24 jam. Kelimanya digelandang ke rumah tahanan dini hari tadi.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi langsung menahan lima tersangka suap mempengaruhi putusan perkara tindak pidana korupsi mengenai penyalahgunaan dewan pembinaan RSUD Bengkulu tahun 2011 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu.
Kelima tersangka tersebut antara lain Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba ditahan di Rutan KPK, hakim PN Kota Bengkulu Toton ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat, Panitera PN Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy di Rutan Cipinang, bekas Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Muhammad Yunus Syafri Syafii ditahan di Rutan Salemba dan bekas Wakil Direktur Keuangan RS Muhammad Yunus Edi Santron ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan.
"Ditahan untuk 20 hari pertama guna kepentingan penyidikan," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Jakarta, Rabu (25/5/2016).
Kelima tersebut tiba di Jakarta pada tengah hari setelah diterbangkan dari Bengkulu. Kelimanya ditetapkan sebagai tersangka setelah pemeriksaan 1 x 24 jam. Kelimanya digelandang ke rumah tahanan dini hari tadi.
Janner dan Toton total menerima suap Rp 650 juta untuk mempengaruhi putusan terkait kasus penyalahgunaan Honor Dewan Pembinaan RSUD Bengkulu. Uang tersebut diperoleh dari Syafri Syafii dan Edi Santron yang menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu.
Uang tersebut diserahkan dua kali. Pertama, Janner mendapat Rp 500 juta adri Edi tanggal 17 Mei 2016. Uang tersebut masih berada di lemari kerja Janner. Sementara Rp 150 juta diserahkan kemarin saat penangkapan yang dilakukan KPK.
Janner dan Toton hakim ad hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu. Keduanya bersama satu hakim lainnya yakni Siti Insirah adalah mejalis hakim perkara tersebut. Keduanya bekerja sama dengan Billy sebagai pengatur administrasi.
Atas perbuatannya Edi dan Syafri diduga sebagai pemberi dan disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 atau Pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Sementara untuk Janner dan Toton diduga sebagai penerima dikenakan pasal Pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 6 ayat 2 atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHpidana.
Sementara untuk Badaruddin disangka pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 6 ayat 2 atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.