Pekan Lalu Ditunda, Hari Ini Nazaruddin Bacakan Pembelaan
Sidang pledoi Nazaruddin sempat ditunda lantaran dirinya mengaku belum selesai menyusun pledoi.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali melanjutkan sidang dengan terdakwa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, Rabu (25/5/2016).
Hari ini terdakwa kasus penerima hadiah dari pembangunan Wisma Atlet SEA Games Jakabaring, Palembang dan Gedung Serbaguna Pemprov Sumatera Selatan serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ini, akan membacakan nota pembelaan atau pledoi.
Rabu (18/5/2016) minggu lalu, sidang pledoi Nazaruddin sempat ditunda lantaran dirinya mengaku belum selesai menyusun pledoi.
Kepada wartawan, Nazaruddin mengatakan, dirinya Nazaruddin akan mengungkap sejumlah nama yang menerima uang dari Permai Group, nama-nama tersebut akan dimasukkan ke dalam pledoinya nanti.
"Ya nanti akan saya sampaikan (dalam pledoi) tentang penerimaan uang dari Permai Group," katanya.
Nama-nama yang dimaksud oleh Nazzaruddin, di antaranya bekas Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dan kawan-kawan. Menurutnya, lanjut Nazaruddin, Muhaimain dan kawan-kawan turut menerima uang dari Permai Group.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Nazaruddin dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Selain itu, Jaksa juga menuntut agar harta kekayaan Nazaruddin sekira Rp600 miliar dirampas untuk negara.
Berdasarkan surat dakwaan, sumber penerimaan keuangan Permai Grup berasal dari fee pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah. Dari uang tersebut, salah satunya Nazaruddin membeli saham PT Garuda Indonesia sekira tahun 2011, menggunakan anak perusahaan Permai Grup.
Nazar dituntut pidana sebagaimana diatur Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Nazaruddin dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.