Mahkamah Agung Ikut Mencari Sopir Saksi Kasus Suap
KPK hingga saat ini tifak mampu menghadirkan sang sopir untuk dimintai keterangan terkait kasus suap di lembaga peradilan tertinggi itu.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Royani hanya seorang sopir dari Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurachman.
Namun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini tifak mampu menghadirkan sang sopir untuk dimintai keterangan terkait kasus suap di lembaga peradilan tertinggi itu.
Sudah hampir sebulan Royani mangkir dari panggilan pertama.
"Belum tahu saya," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (26/5/2016) malam.
Agus mengakui Royani punya peran penting terkait kasus suap kepada Paniitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.
Kasus tersebut diyakini bersangkut paut dengan Nurhadi Abdurachman. Apalagi, begitu kasus tersebut mencuat, KPK langsung menggeledah ruangan kerja Nurhadi di MA dan kediamannya.
Mahkamah Agung, tempat kerja Royani, juga mengaku tidak tahu keberadaan pegawainya yang dicari oleh KPK tersebut.
Menurut Wakil Ketua KPK La Ode Muhamad Syarif, Ketua MA Hatta Ali mengaku telah memeriksa Royani hingga ke rumahnya. Hasilnya nihil.
"Beliau mengatakan Mahkamah juga sudah memeriksa tempat tinggal Pak Royani. Ada dua tetapi tidak ada di tempat. Itu menurut Pak Ketua MA," kata Syarif sebelumnya.
MA juga menagaku telah mengirim surat kepada kepala desa/lurah di wilayah tempat tinggal Royani agar memberitahu yang bersangkutan untuk kembali masuk kerja.
"Kami sudah kasih surat kepada kepala desanya, agar yang bersangkutan (Royani) masuk kerja ke MA," kata Juru Bicara MA, Suhadi, di Jakarta, Jumat.
Suhadi mengakui Royani sudah lama tidak berkantor di MA. Namun, Suhadi tidak tahu secara rinci kapan ia mulai membolos.
"Saya cek di bagian absen (daftar hadir) dia nggak ada. Untuk berapa lama saya belum tahu," kata dia.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Royani sangat mengetahui gerak gerik Nurhadi. Sedang Nurhadi mengaku tak tahu keberadaan Royani.
KPK menyita uang senilai Rp 1,7 miliar dari kediaman Nurhadi. Uang tersebut terdiri dari 37.603 dolar AS, 85.800 dolar Singapura, 170.000 yen Jepang, 7.501 riyal Arab Saudi, 1.335 euro, dan Rp 354.300.
Komisi Etik
KPK sebelumnya menangkap Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution saat menerima Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno, di Hotel Accacia, Jakarta Pusat, 20 April 2016. Doddy adalah pegawai PT Paramount Enterprise Internasional.
Suap tersebut terkait pengajuan peninjauan kembali (PK) putusan pailit AcrossAsia Limited melawan PT First Media Tbk yang terdaftar sebagai anak perusahaan Lippo Group.
Berkas pemohonan PK itu diketahui dikirim ke MA pada 11 April 2016. Berdasarkan sumber Tribunnews, Nurhadi pernah menelepon Edy agar segera memproses pendaftaran tersebut.
Komite Etik Mahkamah Agung telah memeriksa Nurhadi Abdurachman. Dalam pemeriksaan tersebut Nurhadi membantah tersangkut suap yang melibatkan Edy Nasution.
"Dia (Nurhadi) mengatakan tidak benar punya hubungan dan terlibat dengan masalah Panitera Jakarta Pusat," kata Suhadi.
Menurutnya, pemeriksaan terhadap Nurhadi selesai dilakukan pada Kamis.
Untuk memperjelas kasus itu, KPK kembali memanggil tiga anggota Polri yaitu Fauzi Hadi Nugroho, Andi Yulianto, dan Dwianto Budiawan.
Ketiganya akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga, Doddy Ariyanto Supeno.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun Tribunnews, ketiga anggota Polri tersebut pengawal Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Ketiganya diduga kuat memiliki informasi menyangkut kasus tersebut. (eri)