Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mantan Narapidana Jadi Pengurus, Idrus: Allah Saja Memaafkan Orang yang Bertaubat

"Di dalam agama saja ada lembaga pertaubatan. Kenapa kita tidak mau ada pertaubatan? Kalau Anda sudah punya dosa dan Anda bertaubat, Allah saja memaaf

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Mantan Narapidana Jadi Pengurus, Idrus: Allah Saja Memaafkan Orang yang Bertaubat
TRIBUNNEWS/TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar, Idrus Marham 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham, meminta publik tidak berpikir negatif dahulu atau suudzon perihal masuknya beberapa mantan narapidana dalam pengurus Partai Golkar.

Menurut Idrus, tidak seharusnya mantan narapidana dipinggirkan.

Justru seharusnya mereka diberi kesempatan untuk bertaubat dengan pembuktian mengabdi ke masyarakat lewat posisi kepartaian maupun jabatan publik lainnya.

Lagi pula, mereka telah menjalani hukuman.

"Dia harus tetap diberikan hak-hak politiknya untuk dapat menjelaskan kepada masyarakat tentang posisi-posisi itu," kata Idrus usai pengumuman susunan pengurus Partai Golkar 2016-2019 di kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (30/5/2016).

"Di dalam agama saja ada lembaga pertaubatan. Kenapa kita tidak mau ada pertaubatan? Kalau Anda sudah punya dosa dan Anda bertaubat, Allah saja memaafkan, apalagi manusia," sambungnya.

Berita Rekomendasi

Selain alasan tentang upaya pertaubatan itu, Idrus juga kembali menekankan, bahwa penyusunan pengurus Partai Golkar oleh tim formatur telah mempertimbangkan peraturan perundang-undangan dan AD/ART partai.

Ditegaskannya tidak ada aturan yang dilanggar.

Justru, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Juli 2015 terkait Pasal 7 huruf g Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilukada, yang membolehkan seorang narapidana bisa langsung ikut dalam pencalonan kepala daerah, atau tanpa menunggu masa jeda keaktifan selama lima tahun seperti sebelumnya.

Putusan MK terkait pasal itu, hanya mewajibkan mantan narapidana yang ikut Pemilukada untuk membuat pengakuan kepada masyarakat tentang latar belakang dirinya sebagai mantan narapidana dan perihal kasusnya.

Meski demikian, Idrus mengakui adanya mantan narapidana yang menjadi pengurus Partai Golkar banyak sedikit akan berdampak pada citra hingga elektabilitas keterpilihan partai.

Menurutnya, justru hal itu menjadi tantangan tersendiri untuk partainya.

"Ya ada dampaknya, ini lah tantangan kami. Kami harus menjelaskan kepada rakyat. Dan cara berpikir rakyat ini juga harus kami sampaikan.
Yang salah itu kalau seseorang sudah dihukum, tapi dia masih melakukan lagi," katanya.

Meski Idrus mengakui tidak ada peraturan perundang-undangan dan AD/ART partai, tapi ada pakem atau asas Partai Golkar yakni PDLT (Prestasai, Dedikasi, Loyalitas dan Tak Tercela) dalam penentuan kader menduduki posisi di kepengurusan.

Beberapa nama mantan napi yang masuk dalam susunan pengurus Partai Golkar periode 2016-2019, yakni Nurdin Halid selaku Ketua Harian, Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq selaku Ketua Bidang Pemuda dan Olah Raga dan Sigit Haryo Wibisono selaku Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Jawa Timur.

Nurdin Halid yang juga mantan Mantan Ketua Umum PSSI, tercatat pernah tersandung kasus korupsi pengadaan impor beras, impor gula ilegal dan terakhir distribusi minyak goreng. Pada kasus terakhirnya, Nurdin mendapat vonis pidana penjara selama dua tahun dari Mahkamah Agung (MA).

Fahd A Rafiq merupakan mantan narapidana kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) Tahun 2011 yang juga menyeret politikus PAN, Waode Nurhayati.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sempat memvonisnya dengan hukuman pidana penjara selama 2,5 tahun atas kasus tersebut dan telah bebas bersyarat pada 23 Agustus 2014 lalu.

Adapun Sigit Haryo Wibisono pernah dijatuhi hukuman 15 tahun penjara atas kasus pembunuhan terhadap Direktur Utama PT Putra Rajawali Nasrudin Zulkarnain, yang juga menyeret mantan Ketua KPK Antasari Azhar.

Ia pernah mendapat remisi dari Kemenkumham sebanyak 43 bulan 20 hari dan akhirnya bisa bebas bersyarat pada 6 September 2015.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas