Ini Sejumlah Poin Penting Revisi UU Pilkada yang Disahkan DPR Hari Ini
"Pasangan calon atau calon yang meninggal menjelang hari H pemungutan suara tetap terhitung sebagai pasangan calon," kata Rambe.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Paripurna DPR akhirnya mengesakan RUU terhadap perubahan kedua no 1 tahun 2015 tentang Pilkada menjadi UU. Pengesahan itu dilakukan setelah peserta rapat paripurna menyetujui RUU yang dibacakan Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman.
Meskipun, sejumlah fraksi memberikan catatan terkait RUU tersebut. Rambe menyatakan rapat kerja awal dilakukan pada tanggal 15 April 2016, dengan agenda Pengesahan Mekanisme dan Jadwal Pembahasan RUU Pilkada.
"Terhadap beberapa materi yang menjadi fokus pembahasan RUU ini dilakukan dalam bentuk pengelompokan substansi sebagai bentuk penyederhanaan model pembahasan," kata Rambe dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (2/6/2016).
Rambe mengungkapkan penetapan mengenai waktu pemungutan suara untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota pada tahun 2020, 2022, 2023, dan 2024.
"Pasangan calon atau calon yang meninggal menjelang hari H pemungutan suara tetap terhitung sebagai pasangan calon," kata Politikus Golkar itu.
Kemudian, peningkatan kualitas verifikasi pasangan calon perseorangan; Pengaturan lebih lengkap mengenai tindak pidana karena menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi Pemilih dan/atau penyelenggara Pemilihan; Penguatan kewenangan Bawaslu.
Pembahasan lainnya mengenai perbaikan penormaan terkait kampanye, metode kampanye, dan dana kampanye; Perbaikan norma terkait penyalahgunaan jabatan sebagai petahana; Pemerintahan Daerah wajib bertanggung jawab mengembangkan kehidupan demokrasi di daerah, khususnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih.
Rambe mengatakan DPR bersama pemerintah dan DPD juga membahas perbaikan pengaturan terkait penanganan pelanggaran Pilkada pidana, administrasi, sengketa tata usaha negara, perselisihan hasil; Mengatur lebih lanjut tentang proses penanganan dan sanksi terkait pelanggaran pemilihan politik uang; Melengkapi pengaturan terkait pelantikan pilkada serentak, dimana Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dapat melantik.
Adapula mengenai, perbaikan pengaturan terkait pengusulan pengangkatan pasangan calon terpilih; Mengenai syarat dukungan pasangan calon dari partai politik/ gabungan partai politik dan syarat dukungan untuk pasangan calon perseorangan; Pengaturan bilamana terjadi perselisihan kepengurusan partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon dalam pemilihan.
"Pengaturan tentang cuti bagi petahana yang mencalonkan diri dalam Pilkada, dan izin bagi pejabat Negara yang terlibat dalam kampanye pemilihan pasangan calon yang diusung; dan
Penggunaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik sebagai syarat dukungan calon perseorangan maupun sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih," jelas Rambe.
Rambe menuturkan pembahasan syarat pencalonan dalam Pilkada terkait putusan Mahkamah Konstitusi juga dibahas. Mulai dari pengunduran diri bagi PNS, Anggota DPR, Anggota DPD, dan Anggota DPRD sejak ditetapkan sebagai calon.
Persyaratan terkait mantan narapidana untuk mengumumkan kepada masyarakat luas bahwa yang bersangkutan pernah menjadi narapidana. Dihapusnya persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Pengaturan terkait pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota jika hanya terdapat satu pasangan.
"Sebagaimana pengelompokan substansi di atas, dapat dijelaskan kondisi dan hasil yang dicapai dalam pembicaraan di tingkat Panitia Kerja," imbuh Rambe.
Rambe menjelaskan Komisi II dan Pemerintah menyepakati bahwa pemungutan suara lanjutan hasil Pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada Bulan Desember tahun 2020. Hasil Pemilihan tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022. Hasil Pemilihan tahun 2018 dilaksanakan pada tahun 2023. "Hal ini dilakukan sampai mencapai keserentakan nasional pada tahun 2024," katanya.
Terkait, meninggalnya pasangan calon atau salah satu calon dari pasangan calon dibuat norma tata cara pengajuan calon pengganti baik untuk pasangan calon perseorangan maupun pasangan calon dari partai politik.
"Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk memberikan waktu 30 hari melakukan pergantian, jika salah satu calon meninggal dunia pada waktu 29 hari sebelum pemilihan," katanya.
Mengenai peningkatan verifikasi kualitas calon perseorangan, Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk dilakukan verifikasi faktual dengan metode sensus melalui langkah menemui pendukung pasangan calon.
"Tentang pengaturan lebih lengkap tindak pidana menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara dan/atau pemilih, Komisi II dan Pemerintah menyepakati jika terpenuhi unsur-unsur memberikan uang atau materi lainnya dikenai pidana penjara dan/atau pidana denda. Jika calon melakukan tindak pidana semacam ini, maka dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon," jelas Rambe.
Rambe juga mengatakan Komisi II dan Pemerintah menyepakatinya untuk memberikan kewenangan untuk menerima, memeriksa dan memutus terkait tindak pidana menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara dan atau pemilih. "Upaya hukum ini dimulai dari Bawaslu Provinsi ke Bawaslu hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA)," imbuhnya.
Selain itu, Komisi II dan Pemerintah menyepakati bahwa kampanye adalah wujud pendidikan politik bagi masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Terkait metode kampanye yang semula didanai oleh APBD dialihkan ke pasangan calon atau partai politik untuk pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, dan dapat melakukan penyebaran bahan kampanye, dan pemasangan alat peraga. "Adapun mengenai dana kampanye ditambahkan norma bahwa dana kampanye dapat diperoleh dari sumbangan pasangan calon dan Partai Politik," imbuhnya.
Komisi II dan Pemerintah juga menyepakati bahwa pejabat negara, pejabat ASN, anggota TNI-Polri, dan kepala desa atau sebutan lain dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon, serta dilarang melakukan penggantian pejabat. "Terkait dua hal tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota," kata Rambe.
Lalu, Komisi II dan Pemerintah menyepakati Pemerintah Daerah bertanggung jawab mengembangkan kehidupan demokrasi di daerah khususnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih.
Tentang perbaikan pengaturan terkait penanganan pelanggaran Pilkada, Rambe mengungkapkan Komisi II dan Pemerintah menyepakati bahwa untuk tindak pidana Pilkada perlu dilakukan penguatan fungsi sentra Gakkumdu yang mengikutsertakan peran penyidik Kepolisian dan mempersingkat alur penanganan pelanggaran tindak pidana Pemilihan.
Terkait sengketa Tata Usaha Negara pemilihan dimulai dari upaya hukum secara berjenjang yang dimulai dari Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota ke Bawaslu hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA).
"Khusus yang menyangkut perselisihan hasil, diubah dengan menggunakan acuan total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir," katanya.
Sedangkan terhadap pelanggaran pemilihan berupa politik uang yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif dikenakan sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon, dengan tidak menggugurkan proses pidana.
"Terkait sanksi administrasi pembatalan calon tersebut, diberikan wewenang kepada Bawaslu Provinsi untuk menerima, memeriksa, dan memutus pelanggaran pemilihan, yang kemudian ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dalam Surat Keputusan berupa sanksi pembatalan pasangan calon, yang dapat dilakukan upaya hukum ke Mahkamah Agung yang putusannya bersifat final dan mengikat," kata Rambe.
Komisi II dan Pemerintah, lanjutnya juga menyepakati tentang pelantikan pasangan calon terpilih, Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan dapat melantik Bupati, Wakil Bupati, serta Walikota, dan Wakil Walikota secara serentak.
Sementara, tentang usulan pengangkatan calon terpilih, Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang dapat menghambat pelantikan pasangan calon terpilih akibat tidak disampaikannya usulan dari DPRD Kabupaten/Kota/Provinsi dan Gubernur.
Rambe menjelaskan Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk sayarat dukungan pasangan calon dari partai politik atau gabungan partai politik tetap sebesar 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu. Terkait syarat untuk pasangan calon perseorangan Komisi II dan Pemerintah sepakat yakni paling sedikit 6,5% dan paling banyak 10% dari daftar pemilih tetap.
Terkait pengaturan bilamana terjadi perselisihan kepengurusan partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon dalam pemilihan, Komisi II dan Pemerintah menyepakati bahwa parpol yang dapat mendaftarkan pasangan calon merupakan partai politik yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal terjadi perselisihan yang dapat mendaftarkan adalah kepengurusan partai politik yang telah didaftarkan serta ditetapkan di Kementerian Hukum dan HAM, termasuk setelah selesai segala upaya yang dilakukan di Mahkamah Partai atau sebutan lainnya dan jalur hukum melalui pengadilan.
Komisi II dan Pemerintah sepakat untuk mengatur lebih lanjut ketentuan cuti bagi petahana yang mencalonkan diri dalam Pilkada (cuti diluar tanggungan Negara) selama masa kampanye yaitu 3 (tiga) hari setelah penetapan pasangan calon hingga 3 (tiga) hari menjelang pencoblosan. Sedangkan bagi pejabat Negara yang terlibat dalam kampanye pemilihan pasangan calon yang diusung, cukup mengajukan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Tentang Penggunaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik dalam Pemilihan, Komisi II dan Pemerintah menyepakati bahwa syarat dukungan calon perseorangan maupun sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih menggunakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik terhitung sejak bulan Januari 2019. Sehingga untuk saat ini hingga akhir Tahun 2018 masih diperbolehkan penggunaan surat keterangan yang diterbitkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil yang menerangkan bahwa penduduk tersebut berdomisili di wilayah administratif yang sedang menyelenggarakan Pemilihan.
"Kondisi peralihan untuk penggunaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik sepenuhnya yang mulai berlaku sejak Januari 2019 ini diatur lebih lanjut dalam aturan peralihan," tutur Rambe.
Tentang tindak lanjut Putusan MK, Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk memberikan pengaturan lebih lanjut mengenai pemilihan gubernur, wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota serta dihapusnya persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.
Adapun terkait mantan narapidana, diwajibkan untuk mengumumkan kepada masyarakat bahwa yang bersangkutan pernah menjadi narapidana. Selanjutnya, terkait persyaratan bagi PNS, Anggota DPR, Anggota DPD dan Anggota DPRD yang mencalonkan diri wajib mundur setelah secara resmi ditetapkan oleh KPU provinsi/KPU kabupaten/kota sebagai calon.
"Melalui perdebatan yang panjang pada akhirnya seluruh substansi dari RUU Pilkada ini dapat diselesaikan oleh Komisi II DPR RI dan Pemerintah melalui musyawarah mufakat," ujarnya.
Rambe menjelaskan masih terdapat beberapa catatan yang disampaikan oleh beberapa fraksi, terutama pada 2 dua isu yakni tentang syarat dukungan pasangan calon dari partai politik/gabungan partai politik, serta tentang keharusan mundur atau cuti bagi Anggota DPR, Anggota DPD, dan Anggota DPRD setelah ditetapkan sebagai Calon.
Tekait mundur atau cuti bagi Anggota DPR, Anggota DPD, dan Anggota DPRD setelah ditetapkan sebagai Calon, kata Rambe, ada dasarnya seluruh Fraksi dengan berbagai argumentasi hukum menginginkan bahwa bagi Anggota DPR, Anggota DPD, dan Anggota DPRD yang mencalonkan diri dalam Pilkada tidak perlu mundur dari keanggotaannya sebagai Anggota DPR/DPD/DPRD setelah ditetapkan sebagai calon. Dalam rapat, terdapat Fraksi yakni Fraksi Gerindra dan Fraksi PKS, yang masih memberikan catatan terhadap pasal yang mengatur tentang ketentuan tersebut.
Sedangkan terkait syarat dukungan pasangan calon dari Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, masih terdapat empat Fraksi yang memberikan catatan, yaitu Fraksi Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PKB, dan Fraksi PKS.