Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

AJI Mengecam Keras Pengusiran Jurnalis di Acara Simposium Anti PKI

Di tengah wawancara, tiba-tiba seorang laki-laki bersurban putih beratribut FPI mendatangi Febriana dan menghardik, Ini Febriana...!

Editor: Yudie Thirzano
zoom-in AJI Mengecam Keras Pengusiran Jurnalis di Acara Simposium Anti PKI
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana saat diskusi Simposium di Jakarta, Rabu (1/6/2016). Simposium yang dilaksanakan selama dua hari mengusung tema Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI Dan Ideologi Lain . TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras tindakan sejumlah orang yang mengintimidasi dan mengusir jurnalis Rappler.com Febriana Firdaus saat dia meliput Simposium Nasional Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (2/6/2016).

Pengusiran yang dilakukan oleh beberapa orang beratribut Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Bela Negara dinilai sebagai ancaman terhadap kebebasan pers dan nilai-nilai demokrasi. Padahal kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

“Kami mengecam keras karena tindakan mereka mengintimidasi dan mengusir jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistik adalah perbuatan melawan hukum. Tindakan mereka melanggar Undang-Undang Pers. Bila hari ini Febriana diusir, bukan tidak mungkin ke depan akan menimpa jurnalis yang lain. Tindakan seperti itu mengancam profesi jurnalis secara umum,” kata Ketua AJI Jakarta, Ahmad Nurhasim, Jumat (3/6/2016).

“Bila ada keberatan dengan suatu berita silakan ajukan keberatan ke redaksi atau adukan ke Dewan Pers. Itu cara sah yang diatur undang-undang di negara demokrasi," tulis Nurhasim dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.

Intimidasi dan pengusiran itu terjadi saat Febriana sedang mewawancarai aktivis dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang datang ke Balai Kartani karena keberatan logo organisasi mereka dicatut oleh panitia simposium.

Di tengah wawancara, tiba-tiba seorang laki-laki bersurban putih beratribut FPI mendatangi Febriana dan menghardik, “Ini Febriana. Ini dia yang kerap bikin berita ngawur.”

Tuduhan ini merujuk pada berita yang dimuat Rappler pada hari pertama soal simposium tersebut, Rabu 1 Juni 2016. Mereka tidak suka dengan berita tentang peristiwa 1965 dan organisasi mereka yang ditulis oleh Febriana.

Berita Rekomendasi

Lalu beberapa teman laki-laki bersurban dan beratribut Gerakan Bela Negara mendatangi Febriana.

Mereka menceramahi jurnalis ini soal bela negara. Seorang panitia dari Gerakan Bela Negara yang diwawancarai Febriana melarangnya menulis soal pencatutan logo PMKRI.

Dengan nada mengancam, panitia itu menunjuk-nunjuk ke arahnya dengan mengatakan, “Anda sudah difoto dan sudah direkam. Kalau berita itu dimuat, Anda bisa ditangkap.”

Sejumlah orang bersurban datang lagi dan memarahi Febriana karena tidak suka dengan berita tentang mereka yang dimuat oleh Rappler.

Cercaan dan makian berkali-kali diarahkan ke Febriana. Intimidasi itu berlanjut hingga mereka mengusir Febriana dari Balai Kartini. Mereka tidak ingin jurnalis Rappler ini meliput simposium tersebut.

Menurut AJI Jakarta, tindakan mereka mengintimidasi dan mengusir jurnalis yang bekerja untuk publik itu telah melecehkan profesi jurnalis. Sebab, pers dan jurnalis berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Pers, menurut UU Pers, juga berperan menegakkan nilai-nilai demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, dan menghormati kebhinekaan.

Pers juga mengembangkan pendapat umum berdasarkan infromasi yang tepat, akurat, dan benar. Pers juga mengawasi, mengkritik, dan mengoreksi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Pers juga memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

“Bila jurnalis diintimidasi dan diusir dari tempat liputan itu sama saja dengan menghalangi publik untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat dari sebuah peristiwa,” kata Nurhasim.

AJI menegaskan bahwa jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Pers saat menjalankan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Pekerjaan jurnalistik mulai dari peliputan sampai sampai pemuatan atau penyiaran berita dilindungi oleh undang-undang.

Menurut Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung, tindakan mereka yang menghalangi-halangi tugas jurnalis bisa dipidanakan. Pasal 18 menyatakan setiap orang yang secara sengaja melawan hukum melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi tugas pers terancam dipidana penjara maksimal dua tahun atau denda Rp 500 juta.

“Jadi jangan mengintimidasi dan mengusir jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistik,” kata Erick.

AJI Jakarta menyarankan kepada orang atau kelompok yang keberatan dengan suatu berita lebih baik menggunakan hak jawab dan hak koreksi. Pers wajib memuat hak jawab dan koreksi secepatnya. “Bila masih tidak terima bisa adukan ke Dewan Pers. Pakailah cara-cara yang beradab,” ujar Erick.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas