Dengarkan Putusan Hakim, Dewie Limpo: Semoga Seadil-adilnya
Namun dirinya yakin, hakim tak bakal memutus dirinya bebas.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro-Hidro (PLTMH) di Kabupaten Deiyai, Papua Dewie Yasin Limpo mengaku pasrah mendengarkan vonis hakim terkait kasus yang menjeratnya.
Politikus Partai Hanura ini sempat membaca ayat suci Al-Quran di dalam ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, jelang hakim membacakan putusan.
"Semoga putusan hari ini adalah putusan yang sebaik-baiknya dan seadil-adilnya dan itu karena kehendak Allah," kata Dewie kepada wartawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, (13/6/2016).
Mengenakan baju berwarna hijau, Dewie sejatinya berharap bebas.
Namun dirinya yakin, hakim tak bakal memutus dirinya bebas.
Anggota Komisi VII DPR RI ini hanya berharap, majelis hakim dapat mengambil keputusan yang seadil-adilnya.
Apalagi, pada pledoi sebelum ini, Dewie telah menolak tuntutan dan membantah dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dirinya tidak ingin berandai-andai dan menimbang langkah selanjutnya setelah putusan keluar.
Jika putusan dirasa tidak sesuai, Ia berencana ajukan banding.
"Kita lihat nanti, kita pikir kalau memang itu tidak sesuai, saya kira masih banyak tahapan ke atas yang kita lalui," katanya.
Sebelumnya diberitakan, bersama staf ahlinya Bambang Wahyu Hadi, Dewie dituntut sembilan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidair enam bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
Keduanya didakwa menerima suap sebesar Sin$177.700 atau Rp1,7 miliar dari Direktur Utama PT Abadi Bumi Cenderawasih Setiadi Jusuf dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Deiyai, Papua, Irenus Adi. Suap ini bertujuan agar Dewie dapat mengupayakan anggaran dari pemerintah pusat untuk pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai.
Selain itu jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) juga menuntutu pencabutan hak politik Dewie untuk memilih dan dipilih sebagai pejabat negara.
Selain itu jaksa juga meminta hakim agar Dewie membayar denda Rp 300 juta.
"Menjatuhkan pidana masing-masing dengan pidana penjara 9 tahun dan denda Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan," kata JPU Kiki Ahmad Yani, di pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (16/5/2016).
Sejumlah pertimbangan yang dijatuhkan jaksa terkait korupsi yang dilakukan anggota DPR RI Fraksi Partai Hanura tersebut.
Diantaranya yang memberatkan, adalah Dewi sebagai wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat. Dan praktik suap yang dilakukan dinilai merusak citra lembaga DPR.
Selain itu, Dewi dan Bambang juga dinilai tidak mendukung program pemerintah soal pemberantasan korupsi.
Hal lain adalah kedua terdakwa ini disebut tidak mengakui atau menyesali perbuatan yang dilakukan
"Tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, membuat citra buruk anggota DPR RI, memanfaatkan jabatan anggota DPR RI untuk melakukan perbuatan korupsi, tidak menyesali perbuatannya," kata jaksa Kiki.
Atas perbuatannya, Dewie dan Bambang, dijerat pidana dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.