JK Sebut Pemangkasan Anggaran Tidak Bisa Dihindari
Jusuf Kalla menyebut penghematan tersebut penghematan termasuk anggaran rutin
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perekonomian global telah berdampak pada pertumbuhan ekonomi dalam negri. Selain itu penerimaan pajak pun masih di bawah target.
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, menilai pemangkasan anggaran, tidak bisa dihindari.
Kepada setiap kementerian dan lembaga telah diperintahkan, agar menghemat anggaran. Jusuf Kalla menyebut penghematan tersebut penghematan termasuk anggaran rutin
"Kalau memang terpaksa, anggaran pembelian barang dikurangi," ujar Jusuf Kalla kepada wartawan, di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta Pusat, Selasa (14/6/2016).
Sesuai aturan yang ada, defisit anggaran tidak boleh lebih dari tiga persen. Bila defisit lebih dari tiga persen, maka pemerintah dapat dianggap melanggar aturan. Pemangakasan, salah satunya adalah untuk menghindari hal tersebut.
"Jangan lupa kita ini bergerak sesuai aturan, yang dibikin DPR, yang tidak boleh lebih dari tiga persen," katanya.
Bila anggaran tidak dipangkas sementara pemasukan negara masih di bawah target, bisa jadi pemerintah terpaksa kembali mengambil kebijakan berhutang.
"Kalau utang banyak nanti melanggar undang-undang," jelasnya.
Selain pemangkasan untuk kementerian dan lembaga, pemangkasan tersebut juga bisa dilakukan terhadap berbagai subsidi yang tidak produktif, seperti subsidi BBM dan listrik.
"Memang seperti itu lah, namanya keadaan seperti ini, subsidi BBM dikurangi, subsidi listrik dikurangi," terangnya.
Saat ini pemerintah menargetkan pemangkasan anggaran sampai Rp 50 triliun. Dalam pembahasan di DPR, pemangkasan tersebut masih diperdebatkan.
Menurut Jusuf Kalla, bila memang diperlukan, pemerintah bisa menargetkan pemangkasan lebih besar lagi dari Rp 50 triliun.
"Mungkin lebih besar lagi, mungkin lebih tinggi lagi. Bisa lebih besar lagi, kalau pajak turun gimana ?"